Si Uni dan Blognya

Oleh: Dodi Faedlulloh

Dari keisengan saya membuka blog-blog secara random, tahu-tahunya malah mengklik blog milik Uni. Sebenarnya saya pernah membaca beberapa postingan dari blognya itu, tapi belum pernah seksama. Mumpung ada waktu kosong saya menyempatkan membaca satu per satu postingannya, ada kelucuan, polos, dan karakter hebohnya cukup tercermin dalam aksara-aksara yang ia rangkai. Saya tersenyum, sambil bernostalgia membayang bagaimana si Uni sebelum akhirnya kenal dengan saya saat bazar buku waktu tiga tahun lalu.

Di balik keceriaan huruf-huruf yang kadang tak tersusun secara rapi itu, saya menyibak ada beberapa haru yang ia temui. Salah satunya saat ia tidak berhasil masuk seleksi SMPTN dan bersua ragu harus berkuliah di kota yang baru dikenalnya: Purwokerto. Namun kembali saya temukan kecerian saat memulai Ospek. Yang membuat saya suka dari cerita yang ia sampaikan, selalu muncul nada optimis. Nada-nada optimis tersebut dirangkainya sampai sekarang ia kuliah tingkat akhir.

Sampai hari ini kadang saya sempat terpikir, “Kok bisanya sosok Uni mengambil jurusan Ilmu Politik?” Ilmu yang harus memaksanya mengenal siapa Plato, Aristotoles, Hobbes, Montesquie, sampai Marx. Apalagi di awal-awal kuliah, terlepas karena dijebak senior atau tidak, ia memilih bergabung dalam aktivitas gerakan mahasiswa. Nasi sudah menjadi bubur, dan Uni paham bagaimana mencari tambahan lauk dan krupuk agar bubur jadi enak dinikmati. Dengan semangat yang naik-turun ia menyelesaikan proses aktivitasnya. Selama hampir tiga tahun menjadi patner komitmennya, saya sering menjadi tempat mencurahkan hati. Ada dinamika menarik yang mungkin orang lain di sekitarnya sadari. Dalam dialetika internalnya, Uni adalah subjek yang terus dalam proses menjadi. Ia menunda definisi final dirinya, pun tak mau orang lain yang mendefinisikan dirinya.

Uni adalah sosok yang ramai, ini yang memudahkan saya menerka suasana hatinya. Kalau ia diam, berarti sedang ada apa-apa. Ia memiliki karakter yang cukup keras dan berani. Setidaknya saya pernah menjadi saksi puluhan kali ia menegur, marah bahkan meneriaki orang yang kebelinger berkendara di tengah jalan. Mau ibu-ibu, bapak-bapak, anak-anak, bahkan “preman” pun ia tak segan  teriaki. Entah kalau sedang tanpa saya, bisa jadi sampai berani mengajak mereka berantem.

Selalu ada loncatan-loncatan kualitas yang terjadi secara acak. Tak jarang dalam beberapa kesempatan ia keluar dari zona nyamannya. Setidaknya ada tiga momentum yang ia buat yang menarik perhatian saya. Pertama saat ia bersama rekan-rekannya mengikuti lomba debat politik di Universitas Indonesia beberapa waktu lalu. Iya, sekali lagi tentang politik, si Uni ikut debat politik. Tanpa diduga mereka berhasil meraih juara kedua dan mengharumkan almamaternya, Universitas Jendral Soedirman.

Kedua, momen satu tahun lalu, saat kawan-kawan seangkatannyanya memilih liburan semester ia justru berkeliling Jakarta untuk mencari tempat magang. Dari pengalaman magangnya ia melakukan kontemplasi kecil dengan mencatat tentang kesenjangan das sollen das sein dalam praktik administrasi publik. Kemudian ketiga, yang sampai hari ini ia masih kerjakan. Yaitu pemilihan tema skripsi. Tema yang ia ambil, saya kira tak main-main, tentang Gerakan Occupy Wall Street. Ia keluar dari zona nyamannya dan menantang diri sendiri untuk membuat karya ilmiah bertema yang tak biasa ia tekuni. Saya tentu sangat mengapresiasi pilihan beraninya ini, karena saya cukup tahu berapa menit kemampuan ia untuk membaca. Tapi setidaknya ini menjadi kesempatan saya untuk mengajaknya telaten membaca. Untuk mendukungnya, saya membantu supply jurnal-jurnal berkaitan dan membelikannya beberapa buku yang bisa menjadi referensi.

Dari blognya, saya mendapat banyak informasi bagaimana kesehariannya, sekalian jadi data pribadi untuk intropeksi bagi saya yang kini ‘mengemban tugas’ sebagai pacarnya. Maklum saya adalah sasaran kritiknya selama hampir tiga tahun ini konon karena kecuekan dan ketidak-romantisan saya. Dari beberapa postingan, saya jadi tahu hal yang tersirat dan tersurat dari kondisi hati dan pikirannya. Untuk hal ini, saya berdalih: Saya sedang mempelajarinya. Hehe.

Tapi sayang dengan hadirnya beragam media sosial, blog si Uni kini tidak lagi update. Uni kini lebih memilih menyalurkan tulisannya melalui status twitter dan path. Padahal ia sempat bersemangat bongkar-bongkar template blog, memperindah riasan beranda blog pribadinya. Kalau tidak salah sampai 2-3 kali. Tapi ya namanya juga Uni. Begitulah. Biarlah ia berceloteh di manapun yang ia suka.

18 Juni 2014

0 komentar:

 
Creative Commons License
All contens are licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License.

Creative Commons [cc] 2011 Dodi Faedlulloh . Style and Layout by Dodi | Bale Adarma