Imajinasi Sang Anak

Sumber: www.saatini.com
Oleh: Dodi Faedlulloh

Beberapa waktu lalu saya membaca tulisan salah seorang guru saya tentang apresiasi kreatifitas anaknya yang mampu membuat ilustrasi kapal terbang plus detail pernik yang diperlukan kapal itu agar laik terbang. Lebih mantapnya, sang anak mengandaikan gambar ciptaannya itu bisa dilihat langsung oleh presiden. Saya klik satu per satu gambar sang anak yang diupload via blog sang ayahanda. Walau gambar tersebut dalam komposisi yang irasional, terlepas dari hal tersebut, saya tetap takjub melihatnya. Imajinasi yang luar biasa.

Membaca narasi guru saya itu, ingatan saya kembali ke awal tahun 90an, flashback saat-saat saya masih laik berpredikat unyu. Saya masih ingat betul seorang tetangga sering menyebut saya sebagai si dalang. Gelar tersebut saya dapat karena hampir tiap hari di teras rumah, saya bermain ‘orang-orangan’ (mainan karakter manusia) sambil bercerita, dilengkapi dialog dan tentunya aksi-aksi.


Imajinasi saya sebagai anak polos saat itu cukup begitu liar, mapu mendekontruksi cerita-cerita mainstream. Saya punya beberapa karakter mainan yang lagi in saat itu, seperti Street Fighter, Dragon Ball, Power Ranger, Kesatria Baja Hitam, dll. Sebenarnya saya tahu betul bagaimana alur cerita dalam judul-judul tersebut, tapi saat men-dalangi mini karakter tersebut, saya mengganti aras cerita. Karakter Barlog yang antagonis dalam Street Fighter justru saya jadikan lakon, dengan alasan kemampuannya yang minimal yang hanya menggunakan tinju, saya rasa (saat itu) Barlog pantas jadi tokoh. Karena asumsi masa kecil saya seorang pahlawan itu tak harus punya semua kekuatan super. Begitupula Karakter Pikoro di Dragon Ball yang saya jadikan karakter seorang guru untuk karakter lainnya. Dan tentunya tak jarang saat itu saya membuat cerita aliansi para pahlawan versi saya sendiri.

Imajinasi yang lain adalah hampir setiap sore saya selalu standby di  atas loteng. Saya mengimajinasikan memiliki game ciptaan sendiri. Saya sendiri yang memperagakan tokoh-tokohnya. Semua menjad satu, yang punya lakon dan penjahat saya perankan sekaligus. Kadang kalau sedang mengingat-ingat ini, saya tertawa sendiri. Apa pula yang saya kerjakan, bak pantomim saja. 

Kesukaan saya bercerita saya tumpahkan juga dalam gambar. Aneka cerita saya gambarkan dalam lembaran kertas. Tapi media yang saya pakai bukanlah buku gambar, melainkan buku-buku bacaan milik ibu atau ayah saya. Jadi di setiap lembaran buku dihiasi coretan-coretan ngawur saya. Bahkan tak jarang saya membuatnya berupa artefak; yakni menggambar langsung di dinding-dinding rumah. Tapi untunglah orang tua saya tetap mengapresiasi imajinasi saya nyeleneh saat itu. Mereka hanya senyum, dan saya tetap menggambar. Entah ada relevansinya atau tidak, Si Dodi kecil sudah bisa juara III tingkat Priangan Timur dalam ihwal mewarnai. Begitupula dalam gambar-menggambar, awal kelas I SD saya selalu jadi delegasi dalam tiap lomba. Bahkan sampai duduk di kursi SMA saya beberapa kali ikut delegasi dalam lomba menggambar. Walau sampai sekarang saya herankan, secara seksama saya perhatikan hasil gambar saya, ya begitu-begitu saja. Biasa. Tidak bagus-bagus amat. Tapi begitulah jalannya.

Kini di usia yang sudah menginjak seperempat abad, saya mulai ngeh lagi. Ternyata apa-apa yang terjadi di masa kecil begitu terus melekat dalam ingatan. Mungkin cerita akan berbeda, jika kedua-orang tua saya melarang ini-itu ketika saya mengelaborasi imajinasi.

Referensi

Dari cerita guru saya yang dituang dalam blognya itu terpetik referensi. Setidaknya beberapa tahun ke depan bila punya anak, saya punya pegangan bagaimana cara mendidik dan mengapresiasi karya anak. Bukan dengan sekedar larangan “jangan ini, jangan itu” tapi lebih memberi motivasi. Ada cita-cita orang tua kepada anak, tapi bukan menjejali sang anak. Lebih baik memberi contoh langsung. Karena biasanya anak adalah pencontoh yang baik apa yang dilakukan orang tuanya. Imajinasi anak selalu lucu, dan mungkin akan lebih hebat bila tidak terkontaminasi kata-kata kasar di lingkungan. Mungkinkah?

0 komentar:

 
Creative Commons License
All contens are licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License.

Creative Commons [cc] 2011 Dodi Faedlulloh . Style and Layout by Dodi | Bale Adarma