Ingin Pantas Hidup : Belajar dari Sokrates

Oleh : Dodi Faedlulloh

Malam ini aku menulis tanpa makna. Sekedar berbasi ria sebelum kedua mata ini terpejam. Entah esok pagi akan kembali terbuka atau justru tertutup selamanya itu tak masalah. Tuhan, Dia lebih tahu daripada aku yang sok tahu.

Malam ini aku menulis tanpa makna. Sekedar berbincang lewat hati, bercermin diri. Seperti apa yang telah dituturkan seorang filusuf, Sokrates namanya. “Hidup yang tidak diperiksa ulang tidak pantas hidup”. Tapi aku tidak seperti dia si Sokrates. Pakaianku tidak lusuh, justru bertumpuk sia-sia. Apalagi fisikku sama sekali tidak setegar dia. Ada satu yang sama, Aku pun merasa sebagai seorang pemberani, : pemberani dalam peperangan. Ku akui kata-kata terakhir begitu muluk, tapi ku sebut itu cita-cita.

Seorang yang bijak patutnya menyadari langkah-langkah yang dilewatinya. Lagi-lagi pandangan Sokrates sebagai pegangan. Maka detik ini aku pun mendeklarasikan diri sebagai si lalat pengganggu. Lalat penggangu yang terbang tanpa arah untuk mengusik para pemalas. Tak perlu jauh, yang akan ku ganggu kali ini aku sendiri. Lucu kan ? Beribu kali berpikir tak akan pernah sekalipun indrawi meyaksikan mahluk menyengat dirinya sendiri. Nyentrik, tak apa yang penting pantas hidup.


Jika malasku sudah terusik, ku kan terus terbang malayang mengusik yang lain. Sekedar berbisik, “yang membuat manusia berdosa adalah karena pengetahuannya yang kurang”. Lihat saja kini : kejahatan, kebiadaban, kebobrokan (moral) muara sebabnya satu, ketidaktahuan. Keluguan yang tak perlu bisa berujung ironis. Maka si lalat ini pun akan melanjutkan terbang liar sampai patahnya sayap.

Ku kan terbang berkelilingi mendatangi orang-orang mengajak berdiskusi dan bertanya tentang hidup. Aku yang bodoh akan menjadi sosok yang sok lebih bodoh. Bertanya, bertanya dan bertanya.

Ku tak ingin berdosa karena satu masalah yang tak penting : Kurang pengetahuan. Nyawa masih ada, nafas masih berhembus, kaki pun masih mampu berjalan. Satu detik pun jangan sampai terlewat. Sebelum sempit ku coba kembali periksa ulang; untungnya ku masih pantas hidup.

Purwokerto, 16 Juni 2010

14 komentar:

Zippy mengatakan...

Kalo gue masih perlu banyak belajar nih.
Setiap manusia emang banyak kekurangan sih.
Cuma, kalo soal masalah kehidupan, ampun deh..
Gue masih banyak kurangnya :D

kurniawana mengatakan...

berat...berat...berat...

Sang pemberontak mengatakan...

mau tanya sob...kenapa kita harus belajar pada sokrates ?
Apakah sokrates orang yang mengenal tuhan ?

Dodi Faedlulloh mengatakan...

Zippy -- Ya sama, saya juga masih banyak kurangnya, dan karena itu saya belajar. Hehe

Kurniawan -- berat ? jangan diangkat, hehehe

Pemberontak -- apakah Sokrates mengenal Tuhan ? Setidaknya inilah yang dikatakan Sokrates dalam dialognya bersama Aristhopanes. Ketika itu Sokrates bertanya kepada Aristhopanes terkait kepercayaan Aristhopanes kpd Tuhan. Aristhopanes ditanya apakah ia punya nyawa atau tidak, dan Aristhopanes pun menjawab, "Iya". Lalu Sokrates pun berkata : "Jikalau demikian sudah mudah pemecahannya. Mengapa tuan sendiri tidak dapat melihat nyawa yang menguasai diri Tuan sendiri.

Jadi kalau Tuan tidak pernah melihat nyawa Tuan, apakah ini berarti kita boleh mengatakan bahwa pekerjaan-pekerjaan yang timbul dari diri tuan itu adalah semata-mata disebabkan karena secara kebetulan semuanya, tanpa ada pemikiran sebelumnya?"

Sungguh analogi yang langsung menjungkirbalikan dan menundukan Aristhopanes ttg penginkarannya terhadap tuhan. Dan kini coba kawan pemberontak sandingkan dengan
firman Alloh SWT :

“,,Dan setengah daripada tanda-tanda (ayat-ayat) mengenai adanya Allah ialah malam dan siang, serta matahari dan bulan. Janganlah kamu semua bersujud kepada matahari atau kepada bulan. Tetapi bersujudlah kepada Allah yang Maha Menciptakan semuanya itu, jikalau kamu semua benar-benar menyembahNya”. (QS. Fushshilat 37)

Tapi diluar itu kiranya yang namanya belajar tak haruslah dilihat asalnya dari siapa, baik dia itu beragama atau tidak,ketika ada satu pengetahuan yg bisa dipetik kenapa kita harus memilah-milah kepada siapa kita harus mencari ilmu. Begitu kira-kira tanggapan dari saya.

Salam integritas.

zan P O P mengatakan...

"Tapi diluar itu kiranya yang namanya belajar tak haruslah dilihat asalnya dari siapa, baik dia itu beragama atau tidak,ketika ada satu pengetahuan yg bisa dipetik kenapa kita harus memilah-milah kepada siapa kita harus mencari ilmu. Begitu kira-kira tanggapan dari saya."

senang sob ente punya pertanggung jawaban dari posting ente sendiri,keep fight,keep movingon n keep rock n roll sob....^__^

Dodi Faedlulloh mengatakan...

Keep fighting and rock n rool juga Kawan, hehehe. Senang bertemu dan mengenal anda.

akhatam mengatakan...

Wahh baru kenal sokrates.. Bolehh juga diteladani.. Keep Spirit n Keep Blogging! lam kenal aja broo..

mellbourne mengatakan...

mantap kawan

Bang Ngangan mengatakan...

sokrates memang seorang filosuf besar tidak hanya pada zamannya tapi juga hingga kini. pantas saja jika kita berguru dan banyak bercermin padanya...salam kenal

Dodi Faedlulloh mengatakan...

Akhatam --- Salam kenal juga, silakan kawan Akhatam mempelajari apa yang bisa dipelajari dari Sokrates.

Melbourne --- Terimakasih

Bang Ngangan --- ya sampai sekarang pun banyak yg bisa kita teladani darinya.

Ferdinand mengatakan...

Wah gw juga masih butuh Ilmu Sob......pokoknya sampe mati ya masih tetep perlu belajar.......

Gw Follow sekalian Brow(DJ Site)...Follow balik ya.....thnx

DEMPO AWANG PUTRA ELANG ANTARNUSA mengatakan...

Sy masih harus bny belajar.

E-lifestyleandbusiness.com mengatakan...

pengalaman adalah guru terbaik di antara terbaik belajar dr seseorang sama halnya belajar dr orang yang sudah berpengalaman lebih baik dari kita, dan tentunya jika kita mempelajarinya kita menjadi lebih baik dari orang tersebut..

yahaya mengatakan...

kena belajar dan belajar lagi...

 
Creative Commons License
All contens are licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License.

Creative Commons [cc] 2011 Dodi Faedlulloh . Style and Layout by Dodi | Bale Adarma