Beberapa waktu lalu Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya membatalkan Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP). Alasannya tiada lain karena UU tersebut tidak selaras dan melanggar UUD 1945. UU BHP juga menimbulkan ketidak-pastian hukum. Berita tersebut tentu disambut gembira oleh banyak mahasiswa, termasuk Eddy, salah seorang mahasiswa senior jurusan sosiologi Unsoed yang terlihat begitu aktif dalam melakukan aksi penolakan RUU BHP.
“Tidak ada pembenaran untuk komersialisasi hak-hak strategis sosial-ekonomi rakyat seperti kesehatan dan pendidikan, karena itu semua sudah dilindungi oleh konstitusi kita.” paparnya dengan penuh semangat ketika mengomentari berita dibatalkannya RUU BHP beberapa waktu lalu.
Dibatalkannya UU BHP ini hanyalah kemenangan kecil yang didapat para mahasiswa yang terus berjuang keras melakuakn resistensi. Hal ini menjadi keniscayaan karena dapat diyakini pemerintah tidak akan pernah tinggal diam, mereka tentunya tidak mau malu kepada World Bank. Pemerintah sudah terlanjur teken kontrak dengan World Bank melalui proyek pengembangan relevansi dan efesiensi pendidikan tinggi untuk mewujudkan UU BHP paling lambat tahun 2010.
RUU BHP ditolak, Berpengaruh ?
Tampaknya ditolaknya RUU BHP jangan sampai membuat mahasiswa terlena. Setidaknya dari informasi yang ada pemerintah sudah menyediakan dua alternatif pengganti UU BHP yang ditolak MK yakni, dengan menerbitkan peraturan menteri sesuai dengan PP nomor 17 tahun 2010 atau dengan membuat peraturan pemerintah yang baru.
Kementrian Pendidikan Nasional pun sudah memegang draft regulasi baru pengganti UU BHP yang akan disodorkan ke presiden. Bentuk regulasinya bisa berupa perpu, UU atau peraturan pemerintah. Dilihat dari sistematika (kerangka) perpu/RUU/PP yang dipaparkan Kementrian Pendidikan Nasional kepada sejumlah rektor PTN dan PT BHMN beberapa waktu lalu tampak si roh UU BHP seakan dihidupkan kembali.
Sampai detik ini pun pasca ditolaknya RUU BHP memang belum begitu terlihat pengaruhnya. Di perguruan-perguruan tinggi baik itu yang berstatus Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN), badan layanan umum (BLU), maupun PTN biasa, termasuk di kampus kita, Unsoed. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya pungutan-pungutan liar yang dibebankan kepada mahasiswa.
Harus diakui juga walaupun UU BHP tidak jadi diberlakukan, tidak berarti pendidikan kita lantas dengan tiba-tiba mengalami perbaikan yang progresif. Namun bagaimanapun prospek pendidikan kita ke depan harus segera diorientasikan. Menentukan langkah yang tepat akan dikemanakan arah pendidikan kita.
Pendidikan Sebagai Pelayanan Publik
Sesuai dengan amanat konstitusi kita bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara, oleh karena itu persoalan ini yang patutnya harus diutamakan. Menyebut pendidikan sebagai hak setiap warga negara berarti mendefinisikan pendidikan sebagai bagian dari pelayanan publik yang tentunya harus bisa diakses dengan mudah oleh semua warga negara. Negara harus bertanggung jawab secara penuh dan menjamin setiap warga negaranya dapat mengenyam pendidikan tanpa harus memandang status sosialnya seperti apa.
Selanjutnya adalah terkait kualitas pendidikan kita. Sistem yang lama, yang saat ini masih diterapkan di PTN (perguruan tinggi negeri) permasalahan tersebut masih belum terjawab. Untuk itu negara harus memberikan perhatian penuh dan dukungan finansial yang memadai bagi perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitas penelitian, pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat.
Dalam ranah yang sama untuk meningkatkan kualitas pendidikan memang perlu juga diberlakukannya otonomi perguruan tinggi. Sampai hari ini tampak aspek kebijakan perguruan tinggi memang masih tergantung sekali dengan pusat. Perguruan tinggi negeri yang bercorak birokratis akan melumpuhkan inovasi dan kreativitas dalam penciptaan ilmu. Namun dalam hal ini pemberlakuan otonomi perguruan tinggi harus digaris bawahi, pemberian otonomi di sini bukan berarti sama dengan yang diusung oleh UU BHP. Otonomi dalam BHP diartikan dalam hal pembiayaan. Jika ini dilakukan, maka sama saja beban pembiayaan akan kembali ditanggung masyarakat.
Perguruan tinggi pun secara bertahap wajib memperbaiki kualitasnya. Penolakan UU BHP bukan berarti harus menghentikan proses modernisasi perguruan tinggi menuju universitas berkelas dunia. Oleh karena itu akan banyak hal yang perlu segera dilaksanakan oleh perguruan tinggi. Mulai dari jaminan mendapat kualitas pengajaran dari pengajar-pengajar yang bermutu dan tentunya didukung dengan sarana prasarana yang memadai. Betapa indahnya jika pendidikan kita seperti itu, semoga hal ini bukanlah semangat pendidikan utopis. []
6 komentar:
Gue gak tau soal undang2 BHP bro, isinya sama sekali gak tau, heehe...
Selama belum menangganggu gue, kayaknya gak masalah deh, hihihi :D
logika kapitalisme-imperialisme yang telah mengakar dalam jagad pendidikan tanah air membuat penolakan terhadap BHP oleh MK terasa seperti "kemenangan" para pejuang pendidikan tanah air. meskipusn UU tersebut ditolak konon pemerintah telah menyiapkan perbaikan untuk penyempurnaan terhadap UU itu. perjuangankan pendidikan gratis, ilmiah dan mengabdi pada rakyat hanya mungkin terwujud dengan perjuangan massa yang tak pernah berhenti.....salam kenal salut buat postingnya..n tukeran link ya sob...
berita UU BHP kayaknya uadah tenggelam dengan banyaknya isu2 baru yang yang terjadi. sehingga berita ditolaknya UU ini gag terlalu terdengar. Saya sendiri hampir lupa. bagi saya , ditolaknya UU ini sangat berarti bagi mahasiswa. Karena komersialisme pendidikan batal terjadi.:D
Zippy -- Wah jadi Kamu musti diganggu dulu ya !!! Hehe
Bang Ngangan -- Salam kenal juga, ini memang hanya kemenangan sementara bagi para mahasiswa, kita jangan sampai lengah, karena sejatinya pendidikan adalah hak bagi warga negara tanpa adanya deskriminasi.
Tukang Colong --- Tak ada yang namanya komersialisasi pendidikan di negeri kita !!!
setuju!
Pendidikan dan kesehatan adalah hak warga negara...jangan sampai hanya bisa dinikmati oleh kaum kaya...
Posting Komentar