Oleh: Dodi Faedulloh
Memahami realitas koperasi di Indonesia sebatas entitas ekonomi,
tampak ada benarnya. Karena koperasi sebagai ruang aspirasi sosial dan
budaya anggota masih sebatas jargon. Pada ranah implementasi,
koperasi-koperasi Indonesia masih sangat jarang yang mampu memainkan
tiga peran ekonomi, sosial dan budaya secara sekaligus.
Namun pelaksanaan sebagai entitas ekonomi pun sebenarnya tak surut
dari kritik. Masih banyak permasalahan dalam perjalanan koperasi di
bidang ekonomi. Banyak dipuja ─lebih tepatnya dipolitisasi─ tapi miskin
prestasi. Sampai pada titiknya, saat ini negara tidak pernah
benar-benar memberikan kepercayaan kepada koperasi sebagai agen
perekonomian di Indonesia.
Relevansi budaya yang inheren dalam koperasi pun sukar diterjemahkan
ketika masih terjebak dalam paradigma ekonomistik. Budaya penting
semacam gotong royong yang patutnya mampu menjadi fundamen koperasi
menjadi kabur dalam perjalan hidup perkoperasian di Indonesia.
Apalagi pada bidang sosial. Padahal pelekatan terma sosial dalam
koperasi bukan untuk tampil tampak gagah dan heroik, tapi karena secara
filosofis dan juga historis keberadaannya, koperasi adalah selalu
sosial. Namun sayang, tidak sedikit yang menyangsikan koperasi sebagai
ruang aspirasi sosial.
Di ruang akedemik, koperasi pun seakan diabaikan. Jika memang
koperasi adalah sokoguru ekonomi Indonesia, lantas mengapa kurikulum
pendidikan ekonomi di Indonesia tidak menyertakan koperasi sebagai yang
utama? Imbasnya, para sarjana ekonomi di Indonesia malah menjadi
pendukung keberlanjutan kapitalisme. Dengan kata lain, perkembangan
koperasi di Indonesia bisa dikatakan sudah jauh menyimpang dari yang
telah dicita-citakan, tidak sesuai lagi dengan Pasal 33 UUD 1945. Tidak
mengherankan, Revrisond Baswir (2016) menilai koperasi Indonesia kini
mengalami disorientasi.
Memang pelik juga problematis bila mengurai ihwal negatif dalam
membaca perkoperasian Indonesia. Namun tentu pesimisme bukanlah jalan
keluar yang memadai dalam memperjuangkan koperasi. Kacamata “setengah
isi” dalam melihat permasalahan menjadi pilihan wajib: optimisme itu
masih ada.
Menjadi yang ilmiah
Ada tawaran, koperasi kini patutnya diperjuangkan bukan semata
berlandas pada ideologi, semangat romantisme masa lalu, dan sebagainya.
Namun kespesifikan koperasi sebagai yang benar dalam objektivisme
ilmiah. Proyeksi keilmiahan inilah yang harus dibangun dan
diperjuangkan.
Keilmiahan di sini melampaui hal etis, misal, tentang ada/tidaknya
pembelajaran koperasi sebagai kurikulum utama yang masuk di dunia
pendidikan. Walau hal tersebut tentunya sangat penting, namun subtansi
dari proposal ini adalah tentang pembedahan koperasi yang keberadaannya
menjadi niscaya karena dia adalah benar secara kajian ilmiah. Kebenaran
koperasi bisa dibuktikan secara logis, empiris disertai data yang
dipertanggungjawabkan. Koperasi harus tampil progresif, bukan melulu
terjebak dalam pertimbangan-pertimbangan romantik seperti: koperasi
merupakan warisan pemikiran para pendiri bangsa, koperasi itu manusiawi,
koperasi cocok dengan nilai gotong royong rakyat Indonesia, koperasi
itu sesungguh-sungguhnya jatidiri manusia, dsb.
Bila koperasi, misal, didengungkan sebagai yang demokratis maka para
aktivis koperasi harus bisa membuktikan bila prinsip demokrasi dalam
koperasi merupakan hal yang benar, patut diperjuangkan dan lebih baik
dari kebijakan yang diambil secara elitis oleh satu-dua orang pemilik
perusahaan. Begitupula bila koperasi dianggap memiliki kelebihan karena
mampu menciptakan efisiensi kolektif, maka pihak penggerak koperasi
perlu menunjukan kebenaran hipotesa tersebut secara ilmiah. Inilah
tanggung jawab yang perlu diambil oleh para aktivis dan praktisi
koperasi Indonesia.
Perlu diakui produksi pengetahuan tentang koperasi di Indonesia masih
sangat minim. Penelitian-penelitian tentang koperasi yang diterbitkan
melalui jurnal ilmiah masih sedikit. Begitupula buku-buku yang bisa
menjadi rujukan sangat terbatas. Sehingga para pegiat koperasi kesulitan
mencari best pratices koperasi di lingkungan kita sendiri. Padahal bila mencermati obrolan-obrolan
komunitas penggerak koperasi, tidak jarang terdengar berbagai praktik
dan eksperimentasi ekonomi kolektif yang sukses di beberapa daerah,
namun sayang cerita tersebut belum “terkodifikasi” menjadi pengetahuan
yang penting untuk perkembangan perkoperasian di Indonesia.
Melakukan inisiatif
Agenda mengkaji koperasi secara ilmiah memang tidaklah mudah, karena
masih banyak koperasi yang belum berpijak pada paradigma dan memiliki
kesadaran tentang pentingnya penelitian dan pengembangan untuk koperasi.
Namun bukan berarti tidak ada peluang sama sekali. Justru perjuangan
itu harus terus menerus diupayakan, dibangun secara bertahap, tekun dan
konsisten. Ikhtiar dari Pusat Studi Koperasi UI &UKM Center FEB UI
beberapa waktu ini menjadi insiatif yang penting untuk kembali
memulainya. Penelitian yang diprakarsai oleh Dr. Nining I. Soesilo yang
dipresentasikan di Kementerian Koperasi dan UKM dengan tajuk “Peran
Koperasi di Indonesia, Melalui Kolaborasi dengan Pihak Luar, Pembentukan
Nilai Tambah dan Peran Manajer” bisa menjadi salah satu contoh
mengkaji koperasi secara ilmiah.
Salah satu temuan penting dari penelitian tersebut yaitu kontradiksi
antara peningkatan jumlah manajer koperasi dengan pencapain SHU
koperasi-koperasi di Indonesia. Hasil penelitian tersebut tentu masih
sangat terbuka untuk dikritisi. Dan justru memang hal ini point
pentingnya, ketika hasil penelitian bisa menciptakan polemik dan menarik
perdebatan. Perdebatan tersebut menjadi masukan penting bagi penelitian
lanjutan dan tentunya perkembangan praktik berkoperasi di Indonesia.
Untuk mengawali, aksi yang bisa dilakukan adalah membangun kolaborasi antara lembaga think tank
perkoperasian yang ada untuk melakukan kerja-kerja penelitian serta
memproduksi pengetahuan bersama. Kolaborasi ini bisa dilakukan
pusat-pusat studi koperasi yang ada di perguruan tinggi, lembaga-lembaga
swadaya masyarakat, dan tentunya koperasi itu sendiri. Sudah saatnya
semua pihak penggerak koperasi menjalankan salah satu prinsip koperasi:
bekerjasama.
Di sisi lain, hal yang juga penting, agenda mengkaji koperasi secara
ilmiah ini untuk mendorong negara melahirkan kebijakan-kebijakan yang
pro dan membumi dengan realitas koperasi. Agar koperasi tidak lagi
dijadikan komoditas politik. Agar tidak lagi lahir kebijakan
perkoperasian yang justru mengandung pemikiran anti-koperasi. Agar
koperasi tidak lagi diposisikan sebagai “sokolidi”, tapi jadi sokoguru
perekonomian Indonesia. Semoga! []
0 komentar:
Posting Komentar