Semangat Globalisasi dalam Dunia Administrasi Publik (2)

Oleh : Dodi Faedlulloh 

Sistem Informasi Manajemen dan Kinerja Pelayanan Publik

Saat ini pemerintah dituntut untuk memenuhi kebutuhan data dan informasi yang baik bagi warg negaranya terkait perkembangan wilayah. Pengadaan informasi dapat dilakukan dengan menggunakan sitem informasi manajemen (SIM). SIM adalah suatu alat untuk menyajikan informasi dengan cara seemikian rupa sehingga bermanfaat bagi penggunanya.[3]

Dengan SIM diharapkan mampu memberikan tentang data dan informasi yang baik bagi pihak yang membutuhkannya. Data merupakan kelompok simbol yang memiliki kualitas, tindakan, benda dan sebaginya. Data yang baik adalah :

1) Reliabel : dapat dipercaya kebenarannya, dimana metode pengumpulan data harus baik dan menggunakan metode ilmiah sedangkan pengolahannya harus dengan ketelitian tinggi.
2) Up to date : data disiapkan tepat waktunya dan jangan sampai mengalami keterlambatan.
3) Comprehensif : menggambarkan keseuruhan persoalan. Data ditampilkan secara utuh dan jangan ditampilkan secara parsial[4].


Informasi adalah data yang telah diolah sedemikan rupa dalam bentuk yang berarti bagi penerima dan sangat bermanfaat dalam menambil keputusan saat ini atau mendatang[5].

Dalam pengolaannya kini SIM dikenal dengan yang namanya information and comunication technology (ICT). Diharapkan dengan adanya ICT ini dapat menjadi media yang efektf dalam rangka memenuhi kebutuhan warga negara akan informasi. Nilai-nilai positif berupa responsifitas, tranfarasni dan efesinesi diharapkan dapat muncul dalam pelayanan publik kedepannya yang dimana arus globalisasi akan semakin kuat. 

Tantangan Budaya Lokal dalam Arus Globalisasi

Kebudayaan dan kearifan lokal terkadang berada di posisi yang kontras dengan semangat globalisasi. Kita harus mengakui globalisasi dikenal dan identik dengan dunia barat, negara kita yang dikenal dengan adat timur dan beragam budayanya tentu tak ingin menggadaikan seluruh kekayaan dengan kata globalisasi. Kita patutnya lebih pintar dan cerdas untuk mengklasifikasi culture yang datang menghampiri. Sederhanya boleh lah kita mengambil sesuatu hal dari barat tapi tentu yang baiknya saja dan sesuai dengan jiwa kita. 

Pengaruh negatif globalisasi pada nilai-nilai budaya lokal sebenarnya tidak akan pernah terjadi bila para implementor (administrator) bisa memanfaatkan dan tidak menyalah gunakan fasilitas dan kesempatan yang ada. 

Semangat globalisasi tidak akan begitu berpengaruh untuk perihal budaya. Justru hal-hal kearifan lokal yang sudah tidak relevan dengan situasi zaman modern seperti saat ini (modern dalam definisi positif tentunya) harus segera ditinggalkan. Seperti satu pepatah alon-alon asal kelakon yang cukup mendarah daging dalam jiwa masyarakat Indonesia tentu sudah tidak relevan lagi dengan situasi saat ini. Globalisasi menuntut kita untuk lebih serba cepat, tepat dan akurat. Budaya lambat, kaku, dan paternalistik harus segera disingkirkan dalam kehidupan administrasi publik di Indonesia.

Untuk kesekian kalinya Kita harus bisa berubah dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman karena ada sebuah istilah bahwa orang yang bodoh jika orang tersebut tidak mampu berubah mengikuti tuntutan zaman (tidak mampu merubah mind set). Untuk itu kita harus meningkatkan kompetensi personal yang mengikuti perubahan zaman. terkait dengan masalah tersebut, minimal terdapat 10 kompetensi yang harus di miliki oleh seseorang dalam beraktivitas sebagai jaminan untuk dapat bekerja dengan rasa aman dan sejahtera ketika bekerja sebagai karyawan (administrator/birokrat) yang dapat beradaptasi dengan era-globalisasi, yaitu :

1) Kompetensi Lingkungan, Mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan.
2) Kompetensi Analitik, kemampuan menganalisa permasalahan menjadi peluang.
3) Kompetensi Stratejik, mengembangkan disiplin ilmu yang dimiliki.
4) Kompetensi Fungsional, Kemampuan Merancang program.
5) Kompetensi Manajerial, kemampuan mengelola setiap aktivita individu atau kegiatan organisasi.
6) Kompetenasi Profesi, Kemampuan mengausai keterampilan.
7) Kompetensi Sosial, kemampuan untuk menyesuaikan dan beradaptasi dengan kehidupan sosial dan mengaktaulisaikan diri terhadap aktivitas sosial.
8) Kompetensi Intelektual, Kemampuan mengembangkan intelektualitas dan daya nalar.
9) Kompetensi Individu, Kemampuan mengarahkan dan menggunakan keunggulan yang dimiliki.
10) Kompetensi perilaku, kemampuan untuk bersifat terbuka dan objektif dalam beraktifitas[6].

Corak Kepemiminan di Era Globalisasi 

Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan mempunyai kaitan yang erat dengan motivasi. Hal tersebut dapat dilihat dari keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung kepada kewibawaan, dan juga pimpinan itu dalam menciptakan motivasi dalam diri setiap orang bawahan, kolega, maupun atasan pimpinan itu sendiri.

Dalam konteks sistem administrasi publik, peran kepemimpinan aparatur negara menjadi sangat penting, karena diyakini sebagai faktor penentu arah perjalan suatu bangsa. Dilihat dari perspektif administrasi publik, bahwa tantangan globalisasi kini menuntut paradigma baru manajemen, pemimpin perubahan dan kemampuan mengelola informasi serta produktivitas pegawai berbasis ilmu pengetahuan. Tuntutan ini sebagai konsekuensi logis tuntutan masyarakat terhadap pemerintah yang cenderung makin tinggi baik kuantitas maupun kualitasnya. Kecenderungan ini harus diikuti suatu pelayanan aparatur negara yang makin berkualitas. Paradigma lama yang menempatkan masyarakat yang melayani aparatur negara harus dilakukan perubahan secara mendasar dan tuntas. Para pemimpin di lingkungan aparatur negara yang hakikatnya merupakan aktor utama dan panutan harus melakukan perubahan-perubahan khususnya dalam mindset-nya.

Pada dasarnya, proses transformasi dalam berbagai bidang kehidupan yang multidimensional berlangsung dalam sistem dan melalui proses administrasi publik. Oleh sebab itu, adalah beralasan dan merupakan tanggungjawab intelektual dan moral segenap teoritisi dan praktisi administrasi pada organisasi manapun untuk memberikan jawaban atas berbagai permasalahan dan tantangan pembangunan yang dihadapi bangsa dan negara kita.

Reformasi administrasi publik yang selama ini dilakukan hanya diarahkan pada masalah sumber daya manusia aparatur, kelembagaan dan sistem serta tatalaksana ternyata belum mampu memberikan sumbangan yang signifikan. Model pelayanan yang hanya menekankan pada sistem dan aspek teknis pelayanan dengan sasaran pada para petugas pelayanan, juga belum memberikan hasil yang memuaskan. Apabila ditelusuri penyebabnya, salah satunya karena kurangnya perhatian terhadap reformasi terhadap aspek kepemimpinan aparatur negara. Disebut demikian, menurut kaidah para pemimpin adalah manusia-manusia “super” yang memiliki kelebihan dari yang lain, kuat, gigih,bersemangat dan tahu segalanya.

Para pemimpin juga merupakan manusia-manusia yang jumlahnya sedikit, namun perannya dalam organisasi merupakan penentu keberhasilan dan suksesnya tujuan organisasi yang hendak dicapai. Dalam sejarah peradaban manusia, gerak hidup dan dinamika organisasi sedikit banyak tergantung pada sekelompok kecil manusia penyelenggara organisasi. Bahkan dapat dikatakan kemajuan umat manusia datangnya dari sejumlah kecil orang-orang istimewa yang tampil kedepan membawa kelompok atau bangsanya kearah suatu tujuan yang hendak dicapai. Orang-orang ini adalah perintis, pelopor, ahli-ahli pikir, pencipta dan ahli organisasi. Sekelompok orang-orang istimewa inilah yang disebut ”pemimpin”[7].

Penutup

Era globalisasi telah berjalan dan terus menerus menuju perubahan yang tiada henti. Hal ini ditandai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan juga teknologi yang begitu pesat. Dalam konteks administrasi publik globalisasi pasti akan sangat berpengaruh besar. E-government salah satu implikasi dari proses globalisasi yang disisi lain mampu merubah proses-proses dalam bentuk manual menjadi lebih efektif dan efesien. Para administrator dituntut untuk bisa menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi.

Budaya dan kearifan lokal (yang bersifat negatif, contoh pepatah alon-alon asal kelakon) yang sejatinya sudah tidak relevan dengan situasi saat ini patutnya untuk segera ditinggalkan. Budaya-budaya yang bersifat buruk yang telah lama tertanam dalam diri harus segera ditinggalkan. Para administrator kini dituntut untuk bekerja lebih cepat, tepat dan akurat dalam melayani publik. Dalam konteks sistem administrasi publik, peran kepemimpinan aparatur negara menjadi sangat penting, karena diyakini sebagai faktor penentu arah perjalan suatu bangsa. Dilihat dari perspektif administrasi publik, bahwa tantangan globalisasi kini menuntut paradigma baru manajemen, pemimpin perubahan dan kemampuan mengelola informasi serta produktivitas pegawai berbasis ilmu pengetahuan.

Footnotes :
[1] Mansour Fakih. “Refleksi Terhadap Pembangunanisme dan Ancaman Globalisasi”. Sesat Pikir Teori. Hal. 211.
[2] Indrajit, Richardus Eko, 2002, Electronic Government hal 45
[3] O’Brian dalam Indiahono, 2009: 155
[4] Suradinata dalam Indiahono, 2009:155
[5] Davis dalam Indiahono, 2009:156
[6] http://yusdismile.blogspot.com/2008/05/kompetensi-personal-di-era-globalisasi.html
[7] Basuki, Johanes.Tantangan Ilmu Administrasi Publik: Paradigma Baru Kepemimpinan Aparatur Negara dalam http://puslit.petra.ac.id/ejournal/index.php.aku.articleviewFile15673.15665.pdf.

0 komentar:

 
Creative Commons License
All contens are licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License.

Creative Commons [cc] 2011 Dodi Faedlulloh . Style and Layout by Dodi | Bale Adarma