Dari Purwokerto untuk Indonesia

Oleh : Dodi Faedlulloh

Purwokerto, kota kecil yang sangat nyaman. Walaupun semakin hari semakin bertambah padat karena terus menerus bertambahnya kedatangan para mahasiswa yang melanjutkan pendidikan di beberapa perguruan tinggi yang ada di kota ini namun tetap kota yang terkenal karena keberadaan tempat wisata Baturaden ini sungguh asyik untuk didiami. Jauh dari hingar bingar dan kemacetan seperti yang terjadi di beberapa kota besar di Indonesia. Setidaknya ini dirasakan oleh saya selaku mahasiswa rantau yang sudah tinggal kurang lebih tiga tahun disini. Adalah satu desa di kecamatan Purwokerto Utara bernama Grendeng yang semakin membuat saya takjub. Melihat kondisi modal sosial (social capital) disana sungguh luar biasa. Kata-kata indah yang sering saya dengar dari guru-guru waktu masih SD, semacam semangat gotong royong, tepo saliro, tenggang rasa dan sopan santun tersaji dengan jelas. Pemandangan indah itu saya lihat di tempat yang sebenarnya beberapa orang akan merasa jijik dan enggan untuk menatapnya, ya maklum lokasi pemandangan yang saya anggap indah itu adalah lokasi kecil yang dijadikan koperasi pemulung, sekali lagi koperasi pemulung.

Koperasi pemulung ? Mungkin dari pembaca ada yang baru saja mendengarnya. Tak mengapa karena memang kata koperasi biasanya sangat diidentikan dengan badan usaha yang dilakukan secara bersama-sama yang bergerak di bidang ekonomi saja. Kalau tidak disisipi dengan kata konsumen, serba usaha ya simpan pinjam. Disadari atau tidak citra kata koperasi yang ada dalam benak masyarakat kebanyakan memanglah seperti itu. Tidak sepenuhnya salah namun sedikit kekeliruan itu bila terus dipelihara maka gagasan koperasi yang dilontarkan oleh bapak pendiri bangsa kita Moh. Hatta akan semakin “tidak laku” karena terasa kurang renyah dipelajari apalagi untuk diminati.


Lantas koperasi yang sejati itu seperti apa ? Menurut definisi yang dikemukakan oleh ICA (International Co-operative Alliance)[1] koperasi merupakan kumpulan orang-orang yang bersatu secara sukarela dan otonom dalam rangka mencukupi kebutuhan aspirasi sosial, ekonomi dan budaya secara bersama melalui perusahaan yang dimiliki bersama dan dikelola secara demokratis. Dari definisi ini menunjukan titik tekan koperasi adalah kumpulan orang (people based association). Definisi ini sebagai pernyataan minimal karena sengaja ruang lingkupnya dibuat luas, mengakui bahwa anggota-anggota mempunyai kebebasan tertentu sebagai individu dan bagian dari kolektif. Yang jelas definisi yang saya ambil menekankan pada empat hal penting, yakni pertama koperasi adalah kumpulan orang, kedua koperasi itu bersifat otonom, ketiga keanggotaannya sukarela dan keempat anggota koperasi berkumpul dalam rangka mencukupi kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya.

Melihat konteks di Indonesia yang katanya warganya dikenal sangat ramah tamah, mempunyai semangat gotong royong dan kolektifitas yang tinggi tampaknya memang benar sekali apa yang dikatakan oleh Moh. Hatta kalau sistem koperasi cocok diterapkan di Indonesia.

Purwokerto dan Pemulung Nasionalis

Kembali ke pemandangan indah khas koperasi pemulung yang berlokasi di Grendeng, Purwokerto. Sejauh saya tahu koperasi ini beranggotan sekitar belasan orang. belasan orang yang otonom, mandiri dan saling membantu antar satu sama lain anggota. Tanpa dipinta mereka begitu setia dengan komitmen nilai yang dipegangnya. Nilai-nilai seperti keswadayaan, swa-tanggungjawab, demokrasi, kebersamaan, kesetaraan, keadilan dan kestiakawanan datang dari lubuk hati dan kesadaran yang tidak dipaksakan. Tak ada satu pun pihak luar yang “memprovokasi” dan “merekayasa” mereka untuk berkoperasi sedemikian rupa. Dengan sendirinya para anggota menggali potensinya masing-masing dengan kekuatan sendiri. Para pemulung memang tidak mendapatkan pendidikan formal yang tinggi namun mereka mampu mengaplikasikan apa yang dinamai dengan demokrasi ekonomi secara kaffah. Mereka senantiasa membangun dirinya dari, oleh dan untuk mereka (para anggota) sendiri.

Nasionalisme sebuah kata yang abstrak bagi saya. Abstraknya makna nasionalisme memang karena cendrung bersifat relatif. Nasionalisme menurut saya belum tentu sama dengan nasionalisme menurut pembaca, intinya kembali ke bagaimana sudut pandang individu melihat nasionalisme tersebut. Nasionalisme sering diteriakan oleh banyak orang di negeri ini, entah itu memang dari hati atau hanya sekedar latah. Namun hemat saya andai kata semua lapisan masyarakat di Indonesia mempunyai semangat nasionalisme yang tinggi dan menunjukannya sesuai dengan sudut pandang dan kemampuannya masing-masing, saya yakin kondisi Indonesia tak akan seperti saat ini.

“Pemulung nasionalis”, kata tersebut saya sematkan kepada mereka. Mereka layak mendapatkan predikat tersebut. Koperasi pemulung yang berada di Grendeng Purwokerto ini adalah satu tindakan konkret yang membuktikan bahwa mereka adalah para nasionalis sejati. Bukanlah lisan yang berkata namun tindakan nyata.

Mereka berhasil meningkatkan harga dirinya dengan kekuatan dan pemberdayaan yang dilakukannya sendiri. Sebuah pemandangan yang sebenarnya bisa membuat malu para mahasiswa yang berada disekitar koperasi tersebut. Kata “pemulung” yang biasanya selalu termanifestasi sebagai orang-orang yang dianggap hina ternyata justru bisa memberikan contoh yang bijak kepada orang-orang yang melihatnya. Mereka layak disebut sebagai nasionalis karena telah mampu memberikan “sesuatu” bagi negeri ini.

Kontribusi

“Jangan tanyakan apa yang negara berikan padamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan untuk negara”. Jhon F Kennedy.

Seruan tersebut tak asing ditelinga kita. Sebagai warga negara sepatutnya demikian, kita harus bisa memberikan kontribusi bagi pembangunan negeri ini. Dari cerita realita kumpulan para pemulung yang berinisiatif untuk saling bergotong royong dengan balutan kekeluargaan bisa kita petik pelajaran berharga. Saya membayangkan andaikata semua warga Indonesia mempunyai semangat gotong royong seperti itu dan tidak mementingkan keserakahan individu, Indonesia akan benar-benar bisa menjadi bangsa yang besar. Bangsa yang dibangun oleh partisipasi langsung dari warganya.

Manfaat dari praktik yang dilakukan oleh para anggota koperasi pemulung ini sungguh signifikan. Benda-benda yang dianggap oleh banyak orang sebagai sampah dikumpulkan kemudian diserahkan kepada pengepul untuk kemudian diolah dan didaur ulang menjadi barang-barang dalam bentuk baru. Sungguh luar biasa, tanpa kehadiran para pemulung itu, sampah-sampah yang sebenarnya masih bisa didaur ulang itu malah akan terbuang sia-sia. Walauupun tampak kecil bagi saya ini adalah kontribusi yang sangat berarti bagi bangsa.

Salah satu tujuan dari koperasi adalah mensejahterkan anggotanya, disini saya belum bisa menilai para anggota koperasi pemulung yang berdomisil di daerah Grendeng ini apakah sudah sejahtera atau belum. Tetapi melihat semangat juang mereka yang gigih selayaknya haruslah ada pihak yang bisa lebih memperhatikannya. Saya membayangkan bila koperasi pemulung itu mempunyai alat daur ulang sendiri, dengan pendampingan yang massif dari para ahli maka para anggota tak perlu lagi mengumpulkan hasil kerjanya kepada pengepul, mereka bisa mengolah barang-barang bekas tersebut secara kolektif, dan tentu hasilnya tentu akan lebih luar biasa. Tujuan koperasi untuk mensejahterakan anggotanya benar-benar bisa terjadi. Tapi diluar itu saya tetap salut kepada mereka yang masih terus berjuang bersama-sama dengan kondisi apa adanya demi memenuhi kebutuhan dan keberlangsungan hidupnya.

Sosio-Nasionaliseme Koperasi

Presiden pertama kita, Soekarno pernah mengatakan kalau nasionalisme di Indonesia adalah bersifat sosio-nasionalis. Nasionalisme yang dipahami bersifat sosiologis dan berbeda dengan nasionalisme barat yang cenderung ‘chauvinis” dan “rasialis”. Kata salah seorang kawan saya yang menceburkan diri menjadi seorang pegiat koperasi mengatakan bahwa sosio-nasionalisme sejatinya adalah nasionalisme yang tidak hanya disandarkan pada identitas simbol, tapi lebih dari itu, sifat sosio-nasionalisme itu berlandaskan pada persamaan nasib sebagai suatu bangsa, dan juga karenanya disebut sebagai nasionalisme-kemanusiaan.

Saya kira sifat sosio-nasionalis itu relevan dengan yang diperjuangkan oleh koperasi. Nilai-nilai koperasi yang dilandaskan pada nilai-nilai universal seperti ; menolong diri sendiri, tanggungjawab sendiri, demokrasi, persamaan, keadilan dan solidaritas serta nilai etis ; kejujuran, keterbukaan, tanggungjawab sosial, serta kepedulian terhadap orang lain beririsan secara erat dengan perjuangan kaum nasionalis. Dapat dikatakan, Seorang kooperator sejati sesungguhnya juga adalah seorang sosio-nasionalis sejati. Perjuangannya bagi tegaknya keadilan dan perikemanusian bagi semua bangsa adalah menjadi tujuan luhur dari orang-orang koperasi.

Mereka, para anggota koperasi pemulung ternyata secara tidak langsung telah sadar dan menginsyafi bahwa bahwa harkat dan martabat manusia seorang kooperator sejati harus dijungjung tinggi agar tidak ditindas dan diinjak oleh bangsa lain atau dari bangsanya sendiri. Proses transformasi nilai-nilai universal yang dianut seorang nasionalis dan juga kooperator mereka jalankan dengan baik. Mereka berjuang dan membuktikan kalau tugas seorang manusia adalah menjadi manusia. Menjadi manusia disini ketika proses humanisasi diperjuangkan, membuktikan bahwa manusia lebih berharga daripada modal, manusia mempunyai harkat lebih tinggi daripada materi, dan keberadaan manusia bukanlah untuk ditindas.

Ada benarnya pernyataan yang menyebutkan bahwa ilmu itu tidak melulu harus dicari di bangku kuliah. Saya seorang mahasiswa, namun bisa menemukan sesuatu yang sangat berharga justru di luar kampus. Saya menemukan betapa indahnya semangat berkoperasi yang sejati. Darinya saya disajikan pemandangan yang sangat indah dan edukatif. Korelasi antara berkoperasi dan semangat nasionalisme ternyata sejalan.

Nasionalisme ala koperasi ini bisa menjadi alternatif gerakan sosial untuk menuju Indonesia yang lebih baik lagi. Di lokasi yang banyak dianggap sebagai tempat menjijikan, justru ternyata menunjukan bahwa semangat bergotong royong di negeri ini masihlah ada. Sudah saatnya kita sebagai generasi penerus bangsa untuk belajar lebih giat dan mempraktikan apa yang disampaikan jauh-jauh hari oleh bapak pendiri bangsa kita, Moh. Hatta, tiada lain yaitu sistem koperasi. Koperasi yang benar-benar dijalankan dari hati, koperasi yang benar-benar benar sesuai dengan prinsif dan nilai-nilai koperasi, atau dengan kata lain koperasi sejati adalah yang harus kita perjuangkan. Walau masih berskala kecil namun contoh yang diangkat dari romantisme koperasi pemulung ini bisa dijadikan referensi implementasi gerakan koperasi sesungguhnya. Persembahan dari kota kecil Purwokerto untuk Indonesia ini patutnya bisa dijadikan rujukan bagi kita untuk memberikan kontribusi kepada bangsa kita tercinta. Marilah kita memulainya dari hal yang paling sederhana dan yang paling mungkin kita kerjakan, sesuatu yang ada di sekitar kita !. []

[1] ICA adalah organisasi/lembaga yang didirikan pada tahun 1895. Merupakan lembaga yang menyatukan gerakan-gerakan koperasi di seluruh dunia agar terjadi keseragaman tertutama dalam hal cara memandang jati diri koperasi yang sejati agar dapat berjalan selaras dan sepadan antar negara.

10 komentar:

jojo mengatakan...

salut untuk pemulung di purwokerto. Di negeri ini emang harus punya niat dan tekad sendirim ga bisa kalo cuma ngandelin pemerintah. Hlau cuma ngandelin pemerinta kadang sampai kelaparan baru turun tangan.

zan P O P mengatakan...

bicara tentang nasionalisme saya sering dianggap orang yg skeptis karena bukan nasionalis tp saya juga bukan komunis atau isme2 yg lainnya...

bagi saya yg telah dilakukan oleh para pemulung yg oleh sebagian orang dipandang sebelah mata bahkan tidak dianggap keberadaanya adalah sedikit contoh dari semangat gotong royong yg dulu sering di doktrin waktu sekolah.
Di zaman seperti ini kita memang harus bergerak dan terus bergerak denga penuh optimisme dan saling bahu membahu,mengharap mereka yg telah duduk di kursi empuk bagai menunggu durian jatuh (bukan runtuh lho...)

soccer mengatakan...

boleh aja sob... tujuan koperasi itukan untuk mensejahterakan anggotanya setuju aja sob.... apa aja namanya...

lina@women's perspectives mengatakan...

Koperasi memang cara yang tepat untuk maju bersama...

Dodi Faedlulloh mengatakan...

@Jojo -- Tapi tetap seharusnya pemerintah juga harus peduli, karena bagaimanapun pemerintah punya kewajiban untuk melayani warga-negaranya. Tapi untuk konteks koperasi, memang sejatinya pemerintah jgn terlalu memberi intervensi berlebih.

@Zan -- Bergerak dengan optimisme itu cara yang harus dilakukan bersama.

@Soccer -- karena koperasi bukan sekedar nama, koperasi adalah sistem bahkan ideologi.

@Linna -- Cara yg tepat :)

TuSuda mengatakan...

peran para pemulug, ada baiknya mendaur ulang sampah untuk kebersihan...
SALAM Kenal dari Kendari.

secangkir teh dan sekerat roti mengatakan...

mungkin kalo ada bung hatta kejadian itu tidak akan terjadi

Diary Osi mengatakan...

salam koperasi2 Indonesia... tetap Jaya n Terus maju utk mensejahterakan masyarakat sekitarnya

Unknown mengatakan...

blum pernah ke purwokerto....
cuma numpang lewat aja kalo pas ke jakarta...hehehhee

xitalho mengatakan...

Salut dengan para pemulung ...

Nice info gan....

 
Creative Commons License
All contens are licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License.

Creative Commons [cc] 2011 Dodi Faedlulloh . Style and Layout by Dodi | Bale Adarma