Kenapa Tidak Boleh ?

Oleh : Dodi Faedlulloh

Teringat ketika saya masih kecil ada satu film kartun yang ditayangkan di stasiun televisi negeri, TVRI. Saya lupa apa judulnya yang jelas di film tersebut tokoh utamanya menggunakan semacam pesawat yang berkepala naga dan kebetulan bentuknya mirip simbol lambang NAZI. Waktu itu mana saya tahu apa itu NAZI, yang penting saya suka film tersebut. Hobi waktu kecilku adalah menggambar, tak segan-segan yang dijadikan media gambar selain buku-buku bacaan milik ibuku, lemari juga tembok-tembok rumahku tak luput jadi fasilitas pencurahan hobi saya waktu itu. Maka tentu penuhlah rumahku oleh hasil karya saya. Diingat-ingat saya yakin tak ada nilai indahnya hasil karyaku itu, lebih tepatnya cuma mengotori rumah saja, akan tetapi tidak ada amarah yang keluar dari mulut kedua orangtuaku, mereka cukup tesenyum melihat ulah saya.

Kebetulan keluargaku berasal dari keluarga yang beragama kuat maka sejak kecilpun Saya sudah disekolahkan disalah satu sekolah agama dekat rumahku. Mungkin yang namanya sudah hobi tak akan mengenal waktu dan tempat tak hanya rumahku, sekolah agamaku itu saya jadikan media hobiku, menggambar. Suatu waktu saya dengan polosnya menggambar pesawat yang ada dalam film kartun kesukaanku di papan tulis kelasku. Tak lama kemudian datanglah salah satu ustadzah (saya juga lupa ustadzah yang mana). Beliau datang tentunya datang untuk mengajar kami para anak didiknya, tapi niat itu seakan buyar setelah beliau melihat gambarku dipapan tulis.
”Siapa yang menggambar ini?” sambil tanganya menunjuk ke arah gambarku. Karena melihat marahnya guruku yang begitu sangat maka saya dengan pecundangnya tidak berani untuk mengakuinya. Yang ada dalam benakku waktu itu, ”kenapa cuma menggambar seperti itu saja kok tidak boleh?”. Hanya ada doktrinisasi yang keluar dari bibir guruku, ”itu lambang NAZI tidak boleh menggambar yang seperti itu !!” . NAZI ? mahluk apa itu sampai membuat guruku semarah itu ?

Cerulit dan Kampak Merah Kenapa Tidak Boleh?

Betapa senangnya ketika kecil saya dan kakakku diberi hadiah video game (nintendo) oleh ayahku. Singkat cerita bermainlah saya dengan kakakku salah satu game yang cukup famous wakti itu, street fighter. Ada salah satu karakter tokoh dalam permainan tersebut yang mempunyai kandang tempat pertarungannya adalah berupa lokasi arena pertarungan yang disekat oleh oleh semacam kawat dan ada gambar cerulit dan kampak berwarna merah diarena tersebut. Saya tidak begitu memperhatikan keganjilan tersebut (karena memang saya merasa tidak ada yang ganjil).Tapi tidak dengan salah seorang saudara saya yang datang kerumah, ketika sedang enak-enaknya kami bermain tiba-tiba kami terkejutkan oleh sedikit teriakan saudaraku.”Eh tidak boleh maen yang kaya gitu, itu lihat ada lambang komunisnya !” sambil menunjuk dengan jarinya kearah gambar cerulit dan kapak tadi. Komunis ? mahluk apalagi itu ? Ibu saya yang berada didekatku tidak begitu menghiraukan, tapi Beliau cuma berkata ”iyah itu lambang komunis!”. Maka setelah kejadian itu saya tetap memainkan game street fighter tapi tidak lagi-lagi memainkan karakter tokoh tersebut (kalau tidak salah nama tokoh tersebut adalah Zanggif). Berbeda dengan cerita pertama saya tadi tentang NAZI, kali ini rasa penasaranku agak sedikit terjawab ketika orang tua saya mengajak menonton film G30S/PKI yang selalu disiarkan oleh pemerintah era Soeharto tiap tahunnya untuk mengenang peristiwa gerakan 30 september 1965. Dengan polosnya saya cuma mengangguk-anggukan kepala dan berkata dalam hati, ”oh pantas, komunis seperti itu ya !”.

Si Orang Tua Berjenggot Kenapa Tidak Boleh?

Kurang lebih 14 tahun kemudian akhirnya saya bisa duduk di bangku kuliah. Dunia kuliah memang berbeda, kehidupannya lebih dinamis, banyak aksi, golongan dan gerakan-gerakan yang dilakukan oleh para mahasiswa walaupun (menurutku) gerakan-gerakan tersebut terkesan terfragmentasi dan terkotak-kotak .

Saya mempunyai satu tokoh favorit, Ernesto ”Che” Guevara, Beliau adalah satu tokoh revolusioner yang dilahirkan di Argentina tapi melakukan revolusinya di Kuba. Saya sekedar suka Che Guevara karena Beliau mampu mempertahankan ideologi pribadinya, dari pengalamnnya sendiri dia berani membuka mata dan hatinya untuk memilih hidup sengsara dengan tujuan untuk melindungi rakyat kecil yang dieksploitasi oleh para penguasa.

Ketika sedang iseng-iseng melihat laptop saudara saya yang kebetulan kuliahnya juga sama satu fakultas dengan saya di FISIP Unsoed, saya menemukan salah satu folder yang cukup menarik perhatian saya, didalamnya berisi gambar-gambar Che Guevara tokoh favoritku dan beberapa tokoh poros kiri lainnya seperti sahabatnya Che, Fidel Castro, Lenin, Lev Trotski, Stalin, Mao dan juga tentunya bapak sosialis Friedrich Engels dan Karl Marx. Tak berpikir panjang biar cepat saya tidak lagi memilah gambar-gambar tersebut. Saya langsung copy-paste-kan semua gambar tersebut ke flashdisk-ku termasuk didalamnya beberapa gambar bendera merah dan logo-logo yang berkaitan dengan ”kiri”.

Setelah mendapat gambar tersebut kembalilah saya ke kosan. Kebetulan saya satu kos dengan anak-anak rohis. Kosanku kecil sederhana tapi menyenangkan. Dihuni oleh delapan orang (termasuk saya didalamnya). Tujuh temanku semuanya adalah anak rohis (anak mesjid), dan itulah yang membuat saya sedikit tanggung dan kaku, karena dilihat dari penampilanku saja sudah bisa ditebak saya tidak ”sesuai” dengan mereka, tapi saya mencoba untuk tidak begitu menghiraukan, dalam benak saya, saya yakin kalau yang namanya anak rohis itu pasti baik. Harus ”welcome” kepada siapa saja dan tidak ekslusif.

Diantara teman-teman kosku (menurut saya) ada yang benar-benar lebih condong ke islam fundamentalis. Tidak ada sedikitpun pikiran negatif terhadap mereka, yang ada justru saya respect terhadap orang-orang yang seperti itu bahkan merasa sedikit malu bila bersanding dan berada ditengah-tengah mereka. Maklum sekali lagi secara penampilan saja, saya yang sangat slengean merasa kurang pas dan tidak cocok. Singkat cerita beban di flashdisk-ku sudah cukup penuh, karena saya tidak punya fasilitas pribadi semacam komputer atau bahkan laptop untuk menyimpan kelebihan folderku maka kemudian saya berinisiatif untuk mengalihkan beberapa folder yang ada didalamnya ke laptop salah satu teman kosku. ”Numpang nyimpen folder ya !”, izinku kepada si pemilik laptop.

Beberapa hari kemudian saya kembali meminjam laptop tersebut untuk mengerjakan tugas, dan betapa terkejutnya saya waktu itu ketika melihat folder khusus yang saya buat, beberapa isinya telah dihapus. Yang dihapus adalah beberapa gambar-gambar yang saya copy dari dari saudaraku dulu. Gambar dan foto Karl Marx, Lenin, Lev Trotski, Stalin, Mao dan Friedrich Engels sudah tidak ada lagi di folderku. Juga gambar bendera, logo-logo dan simbol yang berkaitan dengan poros kiri semuanya hilang. Tapi untunglah gambar dan foto Che Guevara tidak ada yang dihapus olehnya. Saya cuma tersenyum dan sudah cukup mengerti jadi saya tidak begitu mempermasalahkan apalagi menanyakan langsung alasan kenapa dia menghapus beberapa yang ada dalam folderku tanpa seizinku. ”Ya sudahlah, namanya juga numpang nyimpen folder” gumanku. Ini juga memang salahku, suatu blunder besar numpang menyimpan sesuatu yang tidak sukai oleh orang yang akan kita pinta tolong.

Kenapa Tidak Boleh?

Dari sedikit pengalaman yang telah diceritakan dimuka, yang saya persoalkan kali ini bukanlah tentang ideologi yang kontroversial. Tapi seberapa substansial kah gambar atau simbol-simbol yang berkaitan dengan suatu ideologi akan merepresentasikan secara kesuluruhan sikap dan prilaku manusia. Apakah seorang anak kecil yang belum tahu apa-apa menggambar pesawat yang seperti ada dalam film kartun kesukaannya yang kebetulan bentuknya seperti lambang NAZI akan memperlihatkan kalau anak kecil itu seorang NAZI? Atau mungkin karena rasa benci yang buta membuat apa-apa yang relevan dengan salah satu ideologi yang kita benci tidak diperbolehkan dan haram untuk hadir dipermukaan, walaupun itu cuma sekedar gambar (sekali lagi cuma gambar)?.

Saya terkadang merasa risih melihat media massa sekarang. Ketika melakukan pemberitaan tentang terorisme, sembari berita tersebut dibacakan yang dijadikan visualisasi adalah berupa video-video yang memperlihatkan berupa stiker bertulisan ”ucapkan salam sebelum masuk” yang tertempel di depan pintu rumah yang diduga adalah seorang teroris atau cuma stiker yang bertulisan ”hidup mulia atau mati syahid” yang ditempel di jendala kamar atau juga tulisan ”Allahu Akbar” dan ”Islam is my choice” . Apakah seseorang yang menempelkan stiker semacam itu adalah pasti seorang teroris ? Sekali lagi apakah dengan simbol-simbol yang berkaitan dengan suatu ideologi akan menunjukan secara langsung orang tersebut adalah penganut faham ideologi tersebut ? Apakah dengan simbol saja akan mempengaruhi seseorang untuk menganut suatu isme tertentu ? Saya kira tidak. Alangkah baiknya jika kita lebih bijak dan lebih dewasa lagi menyikapi hal ini untuk tidak cepat-cepat mengambil suatu kesimpulan negatif bila melihat suatu simbol terutama suatu simbol yang berhubungan dengan suatu ideologi. Wallahu a'lam.

10 komentar:

Zippy mengatakan...

Hmmm, kayak'x itu semua juga karena para teroris'x bro...
Teroris menggunakan agama dibalik tindak kejahatannya itu....
Emang sih kadang polisi terlalu berlebihan menanggapinya, tapi apa boleh buat, itu juga demi keamanan...
Liat sendiri kan, masa teroris ada yang pake cadar..??
Hmmm, jelas saja sekarang polisi lebih teliti melihat orang yang memakai cadar....

chandra mengatakan...

Arrggh, emang rumit kalo kita menangggapi hal itu, kalo kita nsendiri engga mengetahui hal tersebut. ntah dilarang atau tidakdi larang..
Ohoho tapi tulisan kaka bagus banget. aku jadi unya inspirasi buat blog-ku yang ga bermanfaat ini.

kumpulan puisi cinta mengatakan...

aku juga suka suka sama Hitler... ga tau kenapa..?
padahal kan itu dedengkot NAZI..
tapi suka mah, suka aja...

salam kenal, ditunggu kunjungan baliknya

reni mengatakan...

Kenapa banyak sekali pertanyaan ya ? Kenapa kita juga tidak boleh terlalu kritis terhadap sesuatu ? ^_^

wiyono mengatakan...

salm kenaaaaal bro jagnan lupa follow ya

Gandhi mengatakan...

Kenapa-kenapa-kenapa... ~

Karena itulah manusia diciptakan Tuhan dengan sempurna dengan akal dan imannya, agar kita berfikir.

Thanks untuk ceritanya. :)

Risma mengatakan...

Hmmm..dulu waktu masih kuliah, aku juga punya teman yang berpikiran sama sepertimu. Dia mengagumi ideologi kiri. Waktu kuliah aku gabung dengan salah satu organisasi Cipayung, dia juga. Tapi organisasi kami berbeda. Karena dia beranggapan kalau organisasi yang kuikuti itu kurang "radikal" meskipun aku tidak yakin kalau kami memiliki persepsi yang sama tentang istilah radikal ini ^_^. Jadi aku bisa mengerti bagaimana perasaanmu berada di tengah-tengah pemuda rohis itu.

Mengenai 'antipati' terhadap simbol-simbol tertentu, aku rasa karena simbol-simbol 'kiri' itu cenderung diartikan dari segi agama/kepercayaan. Padahal, menurutku, ideologi kiri itu tidak melulu harus tentang atheis atau tidaknya seseorang. Tapi yah memang penjelasan tentang itu juga harus lebih terperinci. Itu pun belum menjamin kalau 'salah kaprah' ini akan bisa diluruskan lagi.

Waah..kalo diteruskan, bisa kepanjangan nih ngobrolnya ^_^
Di-stop dulu lah ya.. ntar aku komen di posting yang lain lagi..

Salam

Morika 金玲 mengatakan...

Many Thanks 4 d'visit my friend dear, wish you a good luck,keep smiling, all the best ....:thumbsup:"

wiryo mengatakan...

kenapa ya gak boleh. padahal kalau di lihat lebih jauh pahamnya sangat bagus untuk mengurangi kebodohan

Miawruu mengatakan...

Ya...lambang memang mempunyai kekuatan komunikasi tertentu dari sebuah citra atau gambaran suatu tokoh atau organisasi atau negara. Saking kuatnya, benda atau gambaran yg mirip ma lambang tertentu aja, bakal menciptakan sebuah kontroversi atau keributan. Semua itu apa kita sbg manusia yg terlalu sensitif atau emang lambang2 itu yg mempunyai 'kekuatan' interpret melebihi logika?

 
Creative Commons License
All contens are licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License.

Creative Commons [cc] 2011 Dodi Faedlulloh . Style and Layout by Dodi | Bale Adarma