Koperasi dalam Perspektif Administrasi Publik

Oleh : Dodi Faedlulloh

Saat ini koperasi telah banyak didefinisikan oleh para ilmuwan dan institusi-institusi pemerintahan maupun non-pemerintahan, namun dari banyak definisi-definisi yang hadir, tidak semuanya memiliki kesesuaian maksud, persepsi dan cara pandang antara satu sama lain.

Konferensi Buruh Internasional pada tahun 1966, menyepakati sebuah definisi lain, bahwa koperasi adalah suatu perkumpulan dari sejumlah orang yang bergabung secara sukarela untuk mencapai suatu tujuan yang sama melalui pembentukan suatu organisasi yang diawasi secara demokratis, melalui penyetoran suatu kontribusi yang sama untuk modal yang diperlukan dan melalui pembagian resiko serta manfaat yang wajar dari usaha, dimana anggotanya berperan secara aktif.

Internasional Cooperative Alliance (ICA), sebagai organisasi koperasi tingkat dunia, pada kongresnya pada tanggal 23 September 1995 di Manchaster, mengeluarkan ICA cooperative Identity Statment (ICIS) atau yang biasa dikenal dengan pernyataan ICA tentang Identitas Koperasi sebagai dasar jati diri koperasi, dimana salah satu isinya menberi definisi kepada koperasi sebagai perkumpulan yang otonom dari orang-orang yang tergabung secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya mereka yang sama melalui perusahaan yang dimiliki dan diawali secara demokratis. Dan kedepannya definisi yang dikeluarkan ICA ini banyak digunakan sebagai referensi dasar gerakankoperasi di seluruh dunia (www.ica.coop diakses tanggal 20 September 2010).


Ian Macdonnald menegaskan kembali koperasi dapat dikatakan koperasi yang sesungguhnya bila koperasi tersebut telah menjalankan nilai dan prinsip koperasi secara betul, bahkan organisasi koperasi yang tidak menjalankan setiap poin-poin dari prinsip koperasi, organisasi tersebut tidak dapat dikatakan sebagai koperasi (www.ica.coop diakses 12 Desember 2010). Maka adalah tepat bila parameter yang utama dan bahkan alat ukur tunggal kesejatian sebuah koperasi adalah prinsip-prinsip koperasi itu sendiri.

Dasar hukum operasional koperasi Indonesia adalah UU Nomor 25 Tahun 1992. Tentang fungsi, peran, dan prinsip koperasi, diatur dalam Bab III pasal 4 (fungsi dan peran koperasi) dan pasal 5 (prinsip koperasi). Berikut kutipan bunyi lengkap pasal 4 dan 5 UU Nomor 25 Tahun 1992.

Menurut Undang-undang No. 25 Tahun 1992, tentang Perkoperasian, pasal 3, salah sasatu tujuan Koperasi adalah memajukan kesejahteraan anggotanya. Kata kesejahteraan mengandung arti luas, bersifat relatif, dan lebih mencerminkan makna makro. Sedangkan, yang diperlukan adalah operasionalisasi tujuan makro tersebut ke dalam tujuan mikro Koperasi. Sejalan dengan pengertian bahwa Koperasi adalah badan usaha atau perusahaan, maka pengertian kesejahteraan yang menjadi tujuan Koperasi lebih menjurus kepada pengertian ekonomi. Inilah yang menjadi titik lemah undang-undang perkoperasian yang ada di Indonesia. Undang-undang No. 25 Tahun 1992 telah keliru menterjemahkan hakikat koperasi, koperasi disini disama-dengankan dengan korporasi atau badan usaha lainnya yang hanya determinan ekonomi, padahal koperasi bermuatan nilai sosial dan budaya, bahkan bisa menjadi gerakan perubahan sosial.

Posisi di Administrasi Publik

Dalam administrasi publik keberadaan koperasi bisa dikaji dengan pendekatan grand theory NPS (New Public Service). Kajian NPS menekankan kepada kesejahteraan, keadilan sosial dan partisipasi masyarakat. NPS berakar dari model komunitas dan masyarakat sipil; akomodatif terhadap peran masyarakat sipil dengan membangun social trust, kohesi sosial dan jaringan sosial dalam tata pemerintahan yang demokratis (Dimock, Dahl dan Waldo dalam Eko, 2011). Terkait dengan hal tersebut cukup menjelaskan bahwa koperasi cukup relevan dengan pendekatan NPS.

Begitu pula dalam perwujudan good governance yang menyaratkan adanya sinergi antara 3 pelaku, yakni pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Keberadaan koperasi bisa menjadi salah satu bentuk partisipasi masyarakat yang dapat bersinergi dengan kedua pelaku lain adalah masyarakat yang tidak sekedar melakukan apa yang diperintahkan negara saja, bukan masyarakat yang tergantung terus, tetapi masyarakat yang berdaya, yakni masyarakat yang mandiri (self help society).

Menurut ketua LSP2I (Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia), Suroto, menyatakan selain yang diberikan oleh negara atau swasta yang malah bersifat kapitalistik dan memunculkan tiran minoritas bagi kepentingan layanan mayoritas masyarakat, koperasi sesungghnhya memiliki potensi sebagai alternatif badan hukum layanan publik demokratis. Berbeda dari model pelayanan yang diberikan swasta, koperasi ini adalah bentuk dari perkumpulan orang (people base association) dan bukan perkumpulan modal (capital base association). Jumlah kepemilikan modal didalam sistem koperasi ini tidak dijadikan sebagai penentu, betapapun modal dianggap penting, didalam koperasi hanya sebagai alat bantu untuk mencapai tujuan manfaat (benefit). Tujuan dari koperasi ini tidak bagi akumulasi keuntungan (profit oriented) tapi diorientasikan kepada fungsi peningkatan manfaat layanan (benefit oriented).

Di beberapa negara badan hukum koperasi telah dijadikan sebagai alternatif dalam pelaksanaan layanan publik, seperti di Amerika Serikat, koperasi memberikan palayanan publik dalam bidang perlistrikan hingga menguasai 17% infrastuktur perlistrikan di desa-desa. Sementara di Columbia, badan hukum koperasi juga telah menyajikan layanan kesehatan hingga 23 % (International Co-operative Alliance, 2007). Model koperasi yang menangani urusan layanan publik ini disebut sebagai koperasi pemangku kepentingan (multistakeholder co-operative) yang merupakan salah satu model dari koperasi generasi baru.

Konsep Koperasi pemangku kepentingan (co-operative multistakeholder) adalah bentuk koperasi yang melibatkan seluruh komponen baik perwakilan pemerintah, pegawainya, masyarakat pengguna jasanya yang dijamin dalam fungsi demokrasi yang benar-benar setara (equal) karena yang dihargai sekali lagi adalah orangnya dan bukan modal yang ditanamkan. Prinsip utamanya capital is not master, but servant. []

0 komentar:

 
Creative Commons License
All contens are licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License.

Creative Commons [cc] 2011 Dodi Faedlulloh . Style and Layout by Dodi | Bale Adarma