“Eh kapan ya saya mulai beragama ?” tiba-tiba pertanyaan tersebut terlontar dalam hati. Saat umur lima tahun ? enam tahun ? atau saat saya mulai memiliki KTP yang secara formal memperlihatkan agama sebagai identitas ? Kapan ya ? .
Saya sadar dan mengakui secara mutlak bahwa agama yang saya anut sekarang banyak dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan keluarga. Tapi terlepas dari faktor tersebut seiring waktu berjalan dengan liarnya saya terus mencari informasi tentang agama yang saya anut, dari mulai teknis sembahyang, pergaulan dalam koridor religi, sampai esensi agama. Bertanya kepada orang tua, guru, kerabat ataupun pemuka agama terkait agama yang saya peluk ya walaupun sampai detik ini saya belumlah menjadi seorang pemeluk agama yang baik. Akan tetapi sampai umur yang ke-21 ini saya belum menemukan jawab secara tepat kapan saya mulai beragama (memiliki agama).
Ketika masih kecil saya diajarkan dan diajak oleh orang tua saya mengikuti cara-cara beragama, saya pun dimasukan ke salah satu sekolah agama yang dekat dengan rumah saya guna permberian pendidikan agama secara mendalam. Tapin apa lacur, entah karena kemalasan saya yang menjadi-jadi, atau karena kebodohan saya yang begitu membengkak sejak kelas lima saya keluar (atau dikeluatkan ya ? lupa lagi) dari sekolah tersebut tanpa alasan yang jelas. Keluarnya saya dari sekolah agama tersebut menjadi faktor terbesar yang menyebabkan sampai kelas 6 SD saya masih terbata-bata dalam membaca kitab suci agama saya. Begitu juga dalam perihal sembahyang, uh begitu malunya saya bila mengingat memori tersebut, kedua orang tua saya begitu kesulitan bila menyuruh saya sembahnyang. Tapi segala puji bagi Tuhan, saat keluar dari bangku SD kedua orang tua saya “memaksakan” saya untuk melanjutkan sekolah di salah satu boarding school yang berbasis agama di Tasikmalaya. Walaupun diawali dengan keraguan tapi seiring waktu saya bisa beradaptasi disana,bisa lebih mengenal agama saya dan outcomenya saya tidak lagi terbata-bata dalam membaca kitab suci agama saya dan lebih instens dalam beribadah wajib harian.
Akan tetapi tetap saja dipantau secara historis selama 21 tahun ini saya tetap tidak menemukan jawaban kapan sebenarnya saya mulai beragama. Bila asumsinya adalah kapan pertama kali saya mengucapkan bacaan syahadat, maka kasihan sekali saya yang tidak tahu kapan pertama kali saya mengucapkan kalimat tersebut dan sayapun tidak begitu yakin kalau saya penah mengucapkan kalimat tersebut sebagai ikrar pembuka pertama kali saya beragama selayaknya para mualaf. Kemudian bila asumsinya adalah ketika pertama kali beribadah (konteks saya : sholat) dengan benar maka sang jawaban bisa sedikit terbuka, jika demikian mungkin sekitar kelas satu SMP awal saya mulai beragama. Sejak awal duduk di SMP tersebut saya mulai memperbaiki ibadah saya karena adanya bimbingan-bimbingan dari para pengajar di sekolah. Maklum saat masih SD ibadah saya masih ngawur dan moody.
Ah jika demikian adanya, lantas selama SD saya beragama apa ? saya menolak dengan keras bila dikatakan selama itu saya tak beragama (atheis). Selama SD saya percaya Tuhan kok, bahkan saya takut dengan-Nya. Bila ada wanti-wanti dari orang tua dengan menambahkan nama Tuhan ketika memberi nasihat kepada saya maka saya pun dengan sendirinya merasakan rasa takut (salah). Walaupun dengan inkonsistenan saya dalam beribadah (sholat) tapi saya bersikukh kalau saya saat itu beragama, beragama selayaknya kedua orang tua saya.
Terkait dengan ini saya jadi teringat penjelasan dari seseorang bahwasanya anak kecil itu tak perlu agama, hal ini karena anak kecil tidak diminta pertanggung jawaban, bila bersalah pun tidak akan dihitung dosa apalagi sampai dimasukan kedalam neraka, namun bila sudah memasuki akil baligh barulah seseorang harus memilih (termasuk didalamnya memilih agama) oleh sebab itu maka disini mulai munculah peran orang tua. Dalam transisi ini orang tua harus mampu mempersiapkan dan mengenalkan anaknya kepada agama yang benar. Dengan alasan ini saya bisa menerima tapi tetap lagi-lagi tidak menemukan jawaban untuk pertanyaan kapan saya mulai beragama.
Gara-gara pertanyaan ini saya terkadang iri meilhat para mualaf yang mendapatkan ilham dalam perjalanan hidupnya, setidaknya mereka tahu kapan tepatnya mereka mulai beragama (lagi). Bahkan lebih detail, dari tahun,tanggal, hari, jam, menit sampai detik pun mereka tahu.
Beragama Sebelum Lahir
Dalam kitab suci agama saya menjelaskan sejatinya seluruh jiwa manusia telah diambil kesaksiannya oleh Tuhan jauh sebelum kita dilahirkan didunia. Terjemahannya adalah sebagai berikut : “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Alloh mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):”Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab :”Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi “.(Kami lakukakn yang demikian itu) agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (kekuasaan Tuhan)”(QS Al A’raaf : 172).
Dari ayat cinta tersebut sedikit membuka jawaban yang saya inginkan, saya dan juga manusia lainnya didunia ini ternyata telah bersaksi atas Tuhannya jauh sebelum kita dilahirkan didunia. Kesaksian ini saya asumsikan sebagai awal mula kita beragama. Bila saya memakai pernyataan ini sebagai jawaban terakhir maka saya tak perlu repot-repot (lagi) berpikir keras untuk menemukan jawaban yang telah lama bersembunyi tersebut karena sejatinya kita sebagai manusia biasa sama sekali tidak bisa merubah hal yang bersifat vertikal, itu telah menjadi suatu yang pasti.
Tapi sayang terkait dengan ini saya berpikir tidak sampai situ. Pertanyaan tersebut justru malah terus menampar saya. Kesaksian yang telah dipaparkan sebelumnya adalah bersifat pra sadar, kita manuisa yang lemah tak bisa mengingatkan sama sekali. Yang saya tahu dan lihat untuk konteks duniawi seorang bayi yang lahir ke dunia tidak beragama apapun, setelah memiliki akal baru lah seseorang akan memilih agama yang menurutnya paling benar dan dalam proses ini lagi-lagi peran lingkungan keluarga begitu berpengaruh. Setelah semakin tumbuh dewasa orang-orang beragama-pun lahir, ada yang islam sepeti saya, katolik, protestan, hindu, budha ataupun yang lainnya. Saya kira bukan satu-dua orang yang layaknya seperti saya, yang secara tidak disadari semakin tumbuh dewasa kemudian merasa tiba-tiba beragama sesuai dengan agama yang dianut oleh kedua orang tua saya.
Seperti “Penutup”
Maaf tak ada kesimpulan dari coretan ini, justru yang ada hanya pertanyaan yang terus mengambang dalam benak saya. Jika anda kritis silakan kritisi atau anda memilih diam dan menjalani kehidupan bereligi apa adanya ,semuanya kembali kepada diri individu masing-masing . Saya menyeburkan diri dalam pertanyaan “kapan saya mulai beragama ?” bermaksud tiada lain agar menjadi landasan saya dalam beragama yang tidak hanya sekedar ikut-ikutan agama turunan dari keluarga dan memikul pertanggung jawaban tersendiri atas apa yang saya anut, itu saja. Ini mungkin yang disebut sebagai keterbatasan manusia, atau mungkin justru kelebihan dari seorang manusia yang terus menerus mencari sesuatu kebenaran. Sekali lagi tak ada kesimpulan disini dan akhir kata saya akhiri coretan ini dengan satu pertanyaan kepada kawan pembaca, “Kapan anda mulai beragama ?”
2 komentar:
Keislaman kita yang tetap terjaga sejak di alam ruh (7:172) adalah nikmat yang perlu kita syukuri. Namun itu saja tidak cukup. Kita perlu belajar tentang Islam dan memperkuat iman kita sehingga Islam kita kokoh. Bukan sekedar Islam turunan yang mudah goyah.
Salam ukhuwah.
Salam juga, dan saya juga masih dalam proses mengenal lebih baik agam saya,
salam integritas
Posting Komentar