Menjual Bunga

Oleh : Dodi Faedlulloh

Hari ini (19/12/2009) adalah wisuda periode kedua yang dilaksanakan Universitas Jendral Soedirman Purwokerto di tahun akademik 2009/2010. Hari wisuda kali ini cukup berbeda karena hari ini Saya harus melakukan sesuatu yang tidak seperti biasanya, yaitu membantu kawan Saya menjual bunga. Bunga yang dijadikan simbol ucapan selamat bagi para wisudawan dan wisudawati. Menjual bunga adalah salah satu program kerja bidang kewirausahaan (KWU) HMJ-AN, walau ini bukan program bidang yang dilakoni Saya (jurnalistik) sebagai sesama pengurus HMJ-AN patutnya harus saling membantu satu sama lain. Bunga ini kami ambil dulu dari salah satu toko bunga yang ada di Purwokerto, kemudian bila ada sisa kami akan kembalikan ke toko tersebut, ya dengan kata lain kami dalam posisi hanya menjadi pihak kedua yang menjual dengan mengambil untung tak banyak rupiah dari harga aslinya . Tepat jam tujuh pagi Saya sudah mandi dan berpakain rapih lalu langsung berangkat ke Gedung Soemardjito, tempat dilaksanakannya wisuda. Hanya ada Yoga Pratama (Ketua bidang kwu) yang sudah stand-by disana. Tak banyak bicara, langsung Saya bantu membawakan dua ember bunga yang siap dijual ke lokasi.


Sebelum beraksi menjajakan bunga, imajinasiku membawaku kesuah pikiran “wah Saya akan seperti sales neh !”. Namun Imajinasiku langsung terbuyar karena kini para orang tua wisudawan sudah mulai datang, langsung Saya menjajakan dagangan saya, “Silakan bunganya ibu/bapak !”, “Silakan bunganya mba/mas”, kurang lebih sepertilah yang saya ucapkan. Memang saya sama sekali merasa tak mahir dalam hal berbau “berdagang” seperti ini. Lebih dari dua jam tak ada satu bungapun yang laku terjual. Tapi untungnya tak lama kemudian bala bantuan datang untuk membantu kami. Kawan-kawan HMJ-AN dari bidang lain pun turut serta membantu. Walau terik panas matahari sudah cukup menyengat dipagi (sekitar pukul 10.00) itu tapi semangat tetap membara. Karena masih belum ada yang laku akhirnya kami memutuskan untuk tidak hanya tinggal di satu titik saja, kamipun menyebar dan berkeliling disekitar gedung untuk menawarkan bunga-bunga. Sembari berkeliling menjual bunga, ku lihat pedangang lain (yang bukan mahasiswa) yang ikut meramaikan wisuda, dari mulai dagang rokok asongan, kalau hanya djarum black atau djarum black menthol saja pasti ada disana pikirku, pedangan kue-kue tradisional, mie ayam, minuman dingin, bahkan pedagang mainan-mainan untu anak kecil pun ada disekitar gedung seakan ikut meramaikan suasana .

“Nyari duit tuh susah ya !” keluhku ke beberapa kawanku yang ada. “Kita jualan kaya gini buat hari ini aja udah ngerasa capek banget, apalagi mereka (para pedangan lain) ya ? tiap hari harus berkeliling menjual dagangannya, nyari duit bener-bener susah.”, curhatku kesalah seorang kawan. Curhatan yang timbul karena sudah hampir tiga jam bunga kami belum ada yang terjual.

Yang namanya rezeki tak pernah kemana. Hanya berjalan berbepa langkah sambil membawa ember ada salah satu bapak yang memanggil kami dan membeli rangkaian bunga yang kami jual. “Berapa dek ?” tanya bapak itu, “Kalau yang besar 25.000 pak, yang mawar 10.000 dan yang bunga palsu ini 5.000, walau 5.000 tapi bunga ini abadi loh pak, hehe” jawabku. Sambil tertawa bapak tersebut memutuskan untuk membeli rangakaian bunga yang besar. Lumayanlah penglaris.

Ada beberapa kakak angkatan kelas yang juga datang untuk menemani kawannya yang ikut wisuda. Tanpa sadar mulutku langsung berucap “serbu !”. Karena beberapa dari mereka sudah ada yang kenal “negoisasi”pun tak begitu alot,5 rangkaian bunga besar pun akhirnya terjual. Saya bisa tersenyum senang. Walau terik panas matahari semakin membakar kulit, justru semangat kami tak jadi luntur. Walau sambil sekali-kali berteduh dari panas akan tetapi kami tetap konsisten untuk tetap menjual bunga. Syukur alhamdulillah singkat cerita dari dua ember bunga tersebut hampir semua habis terjual dan hanya bersisa bunga-bunga palsu dan bunga mawar yang sudah cukup layu. Sukses berat bagi kami ! Hanya bermodal tangan, kaki untuk berjalan dan mulut untuk merayu konsumen (walau rayuan tersebut cendrung memaksa, he) kami bisa mendapatkan untung bersih sebesar Rp.100.000,-. Lumayanlah untuk pedagang pemula seperti kami, apalagi ketika melihat banyak pedagang bunga yang lain masih menjingjing satu-dua ember bunga yang belum terjual. Pengalaman yang cukup mengasyikan, satu kata “sukses !”.

Upacara Wisuda selesai, dan kami pun memutuskan untuk kembali pulang. Dalam perjalanan pulang Saya melihat Senyum, tawa, dan segala bentuk kebahagian yang tampak dari raut wajah para wisudawan. Ya semoga saja senyum mereka bukanlah senyum semu tapi senyum sebagai titik awal untuk siap melangkah ketahap yang lebih tinggi lagi. Amin.

Tapi tak lama lamunanku dalam perjalanan pulang menjadi buyar karena satu pertanyaan yang tiba-tiba saja hadir, “Kapan Saya lulus ?” Hah ???. []

4 komentar:

Zippy mengatakan...

Ia sob, cari duit itu emang susah.
Gue juga pernah alami kok.
Waktu gue jualan es buah di kampus, susah bener cari pembeli...
Ohh ya, moga cepet2 nyusul ya wisudanya :)

Dodi Faedlulloh mengatakan...

Zippy --- Iya amin sob, thanks buat doanya ..

attayaya mengatakan...

cari duit emang susah sob
yang penting halal
dan mengikut cara bisnis Rasulullah
kebetulan aku lagi ngebahas "Rahasia Bisnis" dan "Corporate Sufi"

Astri Hapsari mengatakan...

awalnya jual bunga
sebentar lagi dikasih bunga
saya doain cepat diwisuda ya
kumpulkan bunga dari para fansnya
nanti bunganya bisa dijual lagi hehehe dapat duit deh

 
Creative Commons License
All contens are licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License.

Creative Commons [cc] 2011 Dodi Faedlulloh . Style and Layout by Dodi | Bale Adarma