“Islam dan Non-Islam” Bukan Budaya Deskriminasi

Oleh : Dodi Faedlulloh

Saya pernah membaca suatu artikel yang ditulis sahabat. Isinya kurang lebih tentang istilah “islam dan non-islam” yang sering diucapkan kalangan masyarakat Indonesia dan hal itu dianggap sebagai suatu deskrimasi yang berlebihan kepada kaum non-islam dan satu lagi permasalahan tentang adanya penyamaan drajat semua agama yang ada. Pada kesempatan ini saya hanya akan sedikit menanggapi dan beragumentasi tentang pemasalahan pertama yang tadi disebutkan. Untuk masalah kedua yaitu tentang adanya anggapan semua agama yang ada itu sama, tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah, saya kembalikan semuanya kepada individu pemeluk agama masing-masing. Saya merasa belum mempunyai kapasitas menanggapi hal ini.

Penulis membantah persoalan pertama tentang anggapan istilah “islam dan non-islam” yang sering diucapkan kalangan masyarakat itu sebagai suatu sikap deskrimasi yang dilakukan kaum muslim Indonesia. Istilah yang telah mendarah daging ini merupakan warisan yang diberikan secara tidak langsung oleh orang-orang pendahulu kita. Hal ini muncul sebagai hubungan timbal balik karena melihat suatu realitas bahwa islam adalah sebagai agama mayoritas yang ada di Indonesia. Maka munculah suatu teori kontras, dalam masalah ini tujuannya bukanlah untuk mengubah paradigma atau memberi citra buruk pada pihak tetrtentu tapi hanya untuk menunjukan kontras secara sederhana, seperti membandingkan warna hitam dan putih. Esensi munculnya istilah islam dan non-islam atau yang sering disingkat non-i ini bertujuan hanya untuk memudahkan kaum muslim ketika bersikap menghadapi seorang yang mungkin kebetulan berbeda keyakinan.


Dari pandangan awam saya, sampai saat ini penulis belum pernah mendengar atau melihat ajaran Islam untuk melakukan sikap diskriminasi kepada orang-orang yang tidak memeluk agama Islam, adapun justru kita (umat Islam) diwajibkan untuk tetap bisa berbaur dan bersosialisasi dengan mereka. Memang harus diakui tentang adanya peraturan tak tertulis yang muncul sebagai kausal timbulnya istilah islam dan non-islam itu sendiri, bukan untuk apa-apa melainkan hanya untuk (bersiap-siap untuk bisa) membedakan sikap kepada mereka dalam artian kita umat islam harus bisa beradaptasi ketika berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda kepercayaan. Disinilah tampak itikad baik umat islam memberikan istilah itu, membedakan islam dan non-islam yaitu untuk tidak menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain. Untuk contohnya dapat dilihat dalam kehidupan sahari-hari kita. Ucapan salam misalnya, walaupun substansinya kalimat salam itu sendiri, assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuhu, bermakna mendoakan kebaikan kepada orang yang kita sapa, baik itu siapa saja dan dimana saja, akan tetapi karena kalimat salam itu sendiri lebih identik dengan islam, maka tidak ada salahnya karena sebelumnya kita telah mengetahui bahwa seseorang itu bukan muslim setelah diberi tahu kalau dia adalah non-i, kita dengan mudahnya bisa beradaptasi dengan tidak mengucapkan kalimat salam “secara islam” ketika menyapa, dan bisa diganti dengan kalimat-kalimat lain seperti : selamat pagi, selamat siang, selamat sore dan selamat malam.

Dari statement diatas terlihat ternyata pemberian istilah islam dan non-islam bukanlah suatu sikap deskrimanasi (sekali lagi bukan deskrimasi), melainkan hanya untuk memberikan kontras secara sederhana yang bertujuan untuk bersikap lebih adaftif ketika berintraksi dengan mereka yang berbeda kepercayaan agar tidak pernah sekali-sekali menyinggung dan menyakiti hati mereka dengan lisan kita. Karena ingin lebih meyakinkan diri, saya mencoba bertanya langsung kepada beberapa sahabat yang kebetulan tidak memeluk agama islam. “Apakah Anda sakit hati atau tersinggung disebut/dipanggil non-islam?”, Tanya saya, dan ternyata jawaban mereka adalah "Tidak".

5 komentar:

Zippy mengatakan...

Bener sob, gak ada maksud kok buat diskriminasi...
Gue yang non muslim juga gak ngerasa tersinggung :)
Biasa aja :)

phonank mengatakan...

Rasa solidaritas yang selama ini diajarkan dalam Pendidikan MOral sejak SD (PPKN),, kian pudar di jaman yg sekarang ini...

Mereka lebih mementingkan kelompok, rasa, agama..!!
kehilangan rasa persatuan...

Muslim-non muslim adalah keluarga,, keluarga untuk saling bahu-membahu untuk INDONESIA yg lebih maju,,

Thnk bro..

Dodi Faedlulloh mengatakan...

alangkah indahnya bila kita semua manusia bisa bersatu bersama hidup penuh dengan solidaritas dan toleransi.
Sudah cukup konflik yang terjadi antar agama. Tunjukan semangat bhineka tunggal ika kita !!

dek siti mengatakan...

yuup ! skg mah jmannya globalisasi , smua serba trbukaa . lebih baik dikatain non-islam drpd kafir . ya ngga ?

Anonim mengatakan...

kang dodi, sudah saya link....

jgn lupa link saya juga yah...

makasih banyak... ^_^

ditunggu posting terbarunya

 
Creative Commons License
All contens are licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License.

Creative Commons [cc] 2011 Dodi Faedlulloh . Style and Layout by Dodi | Bale Adarma