Quo Vadis Tahun Koperasi?

Oleh : Dodi Faedlulloh 

Pada 18 Desember 2009 Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) merilis resolusi bernomor: A/RES/64/136 yang menetapkan tahun 2012 sebagai Tahun Koperasi Dunia. Resolusi ini tentunya bukan tanpa sebab, data yang dikeluarkan oleh organisasi gerakan koperasi internasional, ICA (International Cooperative Alliance), mengemukakan fakta menarik tentang perkembangan dan pertumbuhan koperasi di dunia. Sekurang-kurangnya ada tiga milyar orang yang menjadi anggota koperasi di 90 negara. Imbasnya koperasi dan perluasan usahanya mampu menyediakan 100 juta lapangan pekerjaan bagi masyarakat, dan ini melampaui capaian perusahaan multinasional. (www.ica.coop)

Koperasi-koperasi dunia merayakan tahun ini dengan antusias, mereka berbondong melakukan kampanye dan promosi manfaat koperasi. Perlu diingat, adanya resolusi tahun 2012 sebagai Tahun Koperasi Dunia menunjukan koperasi sebagai entitas sosial, ekonomi dan budaya telah diakui eksistensi dan kemanfaatnnya. Sejalan dengan statement Sekjen PBB, Ban Ki-moon, yang menyatakan, “Co-operatives are a reminder to the international community that it is possible to pursue both economic viability and social responsibility”.


Beda di luar, beda pula di Indonesia. Penyambutan tahun koperasi di tanah air masih minim antusias. Bahkan informasi belum tersebar luas, bisa jadi masih ada para anggota koperasi yang belum tahu tentang tahun koperasi. Paradoks ini sejatinya tidak perlu terjadi, mengingat pada tahun 2011 kemarin ada 187.598 unit koperasi di Indonesia yang dicatat Kementerian Koperasi dan UKM. Angka yang cukup besar, namun sayang kuantitas tidak berbanding lurus dengan kualitas. Masih banyak berita miring tentang koperasi nasional.

Wajah koperasi tercoreng, bahkan bopeng di mana-mana. Padahal bila membuka sejarah, sang founding father, Moh. Hatta, adalah tokoh yang percaya dengan kekuatan koperasi. Tanpa lelah beliau terus mengumandangkan tentang pentingnya berkoperasi. Tidak heran, pada tahun 1953 beliau pun mendapatkan gelar sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Namun seiring berjalan koperasi seolah lupa dengan akarnya, lupa dengan jati diri dan identitasnya sendiri.

Ada beberapa anomali yang menggerogoti perkembangan koperasi di Indonesia. Bukan sekedar permasalahan mismanajemen, SDM, ataupun permodalan. Lebih dari itu, ada yang lebih parah lagi. Djohan (2010) menjelaskan ada 7 penyakit koperasi yang perlu segera diobati; 1) Ketergantungan pada pihak luar, 2) Orientasi pada proyek, 3) Orientasi pada kuantitas ketimbang kualitas, 4) Koperasi sebagai komoditi politik, 5) Tidak ada/kurang koordinasi antara pelaku pembinaan/pengembangan koperasi, 6) Tidak/kurang taat pada peraturan perundangan dan 7) Orientasi yang condong ke ekonomi, dan kurang ke sosial.

Deretan permasalahan di atas merupakan penyebab koperasi-koperasi Indonesia tidak pernah berkembang secara sistemik. Ketika satu penyakit muncul, maka penyakit-penyakit lainnya akan menyusul. Kondisi yang prihatin ini tidak bisa didiamkan begitu saja, perlu adanya upaya revitalisasi gerakan koperasi di Indonesia. Kemudian tentang cara mengobatinya, ada satu jalan yang utama dan wajib bagi semua koperasi, yakni kembalilah ke jatidiri koperasi!

Prasyarat Revitalisasi

Membicarakan koperasi di khalayak masih banyak orang yang terperangkap dalam kesalah-pahaman yang serius. Adalah keliru ketika paradigma koperasi hanya dijewantahkan sebagai badan usaha kecil, bagi orang kecil, dan selalu akan kecil. Lingkaran setan kesalah-pahaman tersebut harus segera diputus. Sampai akhirnya PBB merilis resolusi tahun koperasi adalah bukti bahwa di luar sana bermunculan koperasi-koperasi berkelas dunia yang mampu memberikan kemanfaatan yang luar biasa bagi setengah penduduk dunia. Tak hanya menjadi alternatif, bahkan koperasi di beberapa negara telah menjadi substantive power. Tengoklah seperti Jepang, Korea Selatan, Spanyol, Denmark, Belanda, Jerman, atau negara adidaya Amerika Serikat. Sebagai contoh; peringkat pertama dari 300 koperasi terbaik dunia adalah Zen-Noh, Jepang. Omsetnya bisa sampai USD 63,449 juta. Menariknya Zen-noh merupakan koperasi pertanian, menjadi kontras adalah ketika mengingat tanah air kita pernah dikenal sebagai negeri agraris. Sumber daya alam pertanian kita sangat luas, namun ternyata kalah telak dibanding Jepang.

Berkaca dengan kondisi ini, bukan berarti mustahil jika di Indonesia bisa tercipta koperasi-koperasi berkelas dunia. Tapi untuk menuju ke sana perlu ada langkah utama yang perlu dilakukan. Selain mengimplementasikan Value Base Profesional Management Co-operative (VBPMC), koperasi pun tentunya harus patuh dalam menjalankan ICIS (International Co-opeative Identity Statement ) atau Jatidiri Koperasi. Hal ini menjadi prasyarat utama dan wajib sebagai langkah awal dalam mengembangkan koperasi. Adapun prasyarat tersebut adalah; 1) Keanggotaan sukarela dan terbuka, 2) Pengendalian oleh anggota secara demokratis, 3) Partisipasi ekonomi anggota, 4) Otonomi dan kebebasan, 5) Pendidikan, pelatihan dan informasi, 6) Kerjasama antar koperasi, dan 7) Kepedulian terhadap komunitas (lingkungan). 

Menebus Dosa

Tahun 2012 ini harus bisa dijadikan momentum berharga bagi kalangan aktivis koperasi. Harapan besar kesempatan ini tidak hanya dijadikan ajang selebrasi semata. Bagi para anggota koperasi yang ada di Indonesia sudah menjadi kewajiban menyambut tahun ini dengan semangat perjuangan. Namun sejatinya pemerintah pun perlu ikut bagian dalam proyek revitalisasi koperasi, khususnya di bidang regulasi. Menjadi percuma ketika koperasi diangkat namun sistem dan kondisi perekonomian masih tidak kondusif. Bila pemerintah masih asyik berjabat tangan dengan sistem kapitalisme, niscaya koperasi-koperasi di Indonesia sulit untuk tumbuh kembang. Yang masih mungil mudah dicaplok begitu saja oleh korporasi raksasa. 

Koperasi merupakan kumpulan orang atau people based association. Titik tekannya adalah orang-orang serta dasar-dasar nilai koperasi adalah menempatkan harkat manusia di atas modal (capital), ini yang membedakan praktek koperasi dengan bentuk usaha ekonomi lainnya. Bahkan secara empiris membuktikan inti permasalahan bukanlah sekedar modal. Kita bisa banyak belajar saat awal milenium ada penyediaan kredit bagi jalur koperasi dan UKM yang jumlahnya mencapai Rp. 10.8 triliun dengan tingkat bunga rendah. Namun kebijakan tersebut malah mengakibatkan tumbuhnya koperasi di kalangan masyarakat luas menjadi tidak genuine. Penyakit-penyakit justru malah tumbuh subur karena orientasi pembentukan koperasi sudah melenceng jauh dari prinsip-prinsip dan jatidiri koperasi.

Pemerintah perlu terlibat bukan dalam artian harus mengintervensi koperasi karena hal tersebut justru malah mendistorsi keotonoman koperasi. Posisi pemerintah yang over sympathy dengan memberi sederet kebijakan dan kemudahan seperti yang pernah dilakukan Orde Baru yang kemudian dilanjutkan pada zaman reformasi akan mengkerdilkan koperasi dari dalam. Bahkan lebih parahnya ranah ini menjadikan koperasi sebagai alat politik elitis, semakin keruhlah suasana perkoperasian Indonesia. 

Sudah saatnya pemerintah menebus dosa lama. Jadilah patner yang baik bagi gerakan koperasi dengan tidak perlu mengobok-obok koperasi dari dalam. Dengan fungsi regulasi, lalu ciptakan kondisi yang kondusif agar koperasi bisa tumbuh besar nan sehat dan bisa menjadi pilihan masyarakat sebagai ruang aktualisasi juga penghidupannya. []

0 komentar:

 
Creative Commons License
All contens are licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License.

Creative Commons [cc] 2011 Dodi Faedlulloh . Style and Layout by Dodi | Bale Adarma