Politik Bukan Permainan

Oleh : Dodi Faedlulloh 

Politik. Sebuah kata yang sering kita dengar dengan konotasi-konotasi yang buruk, sering disebut tai kucing, sampah, kotor, lumpur atau tempatnya para penjahat berkuasa. Bukan hanya dari kalangan intelektual saja yang mendefiniskan kata politik dengan kata-kata tadi, para kaum awam pun kemungkinan akan meng-iyakannya, ya bagaimana tidak karena politik sekarang tak lagi menjadi satu wadah untuk mengapresiasikan kejujuran, keadilan, dan kebijaksanaan. Nilai-nilai itu telah lama tenggelam dalam lumpur-lumpur kecurangan, ketamakan, dan keegoisan diri. Apa mau dikata, fakta memang berkata seperti itu.

Pemilihan calon legislatif akan segera datang, orang-orang mulai berbondong-bondong ikut serta dalam pemilihan ini, banyak janji-janji yang diutarakan, banyak pula visi-misi yang ga jelas keluar dari mulut mereka, saling berlomba-lomba membuat slogan yang kiranya dapat menarik perhatian rakyat tapi tetap kesannya hanya ingin memeriahkan saja, tak tampak kesungguhan dari para calon legislatif kita untuk benar-benar merubah apa yang telah ada menjadi lebih baik.


Partai-partai beramai-ramai merekrut para artis untuk jadi bintang iklan parpol mereka, dengan harapan dapat meraih rasa tertarik dari kalangan masyarakat yang kurang mengerti akan politik, karena memang ternyata di lapangan masih banyak para calon pemilih yang masih buta dengan politik karena buruknya pendidikan politik di Negara kita. Tidak sedikit dari para calon pemilih kita yang akan memberikan suaranya dengan alasan karena misalnya orang yang akan dipilihnya itu orangnya ganteng, karena orang itu berkumis, atau orang itu terkenal sebagi publik figur, yah pokoknya hal-hal yang tak patut untuk dijadikan acuan kausal pemilihan tersebut.

Tak hanya jadi bintang iklan atau sebagai alat penarik massa saat kampanye saja, kini artis-artis sudah banyak yang memberanikan diri terjun langsung ke dunia perpolitikan dengan mencalonkan diri mereka menjadi calon legislatif. Tapi sayang kebanyakan dari mereka pengetahuan politiknya nol besar. Boleh dilihat di acara-acara televisi yang kini semakin merebak menyajikan program debat para calon pejabat kita. Saat ditanya oleh para panelis, sangat tampak kebodohan mereka, untuk contohnya di salah satu acara debat para caleg di televisi, ada seorang caleg dari kalangan artis yang tak dapat mendefinisikan dan membedakan DPD dan DPR. Atau tidak apa itu eksekutif dan legislatif. Apa orang-orang seperti ini yang akan menjadi wakil rakyat kita ? sebelumnya dengan pernyataan yang telah disampaikan diatas bukan berarti artis dilarang untuk terjun ke dunia politik, tapi artis yang bagaimana ? artis yang terkenal karena dia sering terkena gosip ?? bukan ! atau artis yang sudah punya gelar pendidikan ? bukan itu juga. Yang kita butuhkan sebagai wakil rakyat adalah tentunya yang punya kredibilitas dan kualitas yang kompeten.

Bahkan ada salah satu calon pejabat kita yang masih datang dari kalangan artis yang dengan polosnya berkata, kurang lebih seperti ini : “bila saya telah tepilih menjadi wakil bupati didaerah X, saya akan belajar dari yang telah berpengalaman”. Belajar ?? setelah menjabat baru belajar ?? maaf yang saya tahu politik bukan tempatnya untuk belajar. Karena yang akan dijadikan tangung jawab adalah rakyat, rakyat yang sangat banyak. Tentunya orang yang mengisi jabatan haruslah orang-orang yang kompeten. Harus ada kesadaran bahwa mereka akan memikul tanggung jawab yang sangat besar dan berat, bukan sekedar numpang nama saja.

Politik kini sudah tampak seperti permainan saja, tidak serius dan hanya dijadikan wadah mendompleng kepopuleran nama mereka. Sangat mengkhawatirkan untuk situasi sekarang ini yang substansinya masyarakat sangat membutuhkan perubahan yang signifikan dalam hidupnya.

Sebenarnya note ini ditulis bukanlah untuk mengkritisi para artis yang terjun ke dunia politik, tapi mengkritisi para calon pejabat (baik itu artis atau bukan) kita yang ternyata tampak masih “bodoh” untuk menjadi wakil dan memegang amanah rakyat yang begitu berat. Karena hal ini ditakutkan akan seperti yang sudah-sudah, saat menjabat, penyakit amnesia dadakan menyerang mereka, mereka seakan melupakan begitu saja janji-janji yang telah mereka ucapkan.

Yang perlu di perhatikan selain maraknya para calon legislatif kita yang kualitasnya masih dipertanyakan, adalah haruslah kita mampu melihat latar belakang atau niatan mereka (para caleg) yang sesungguhnya. Tidak sedikit di daerah-daerah yang sebelumnya kalah dalam kompetisi pemilihan walikota/bupati kini ikut lagi berkompetisi dalam pemilihan caleg, setidaknya itu menggambarakan keinginan dari beliau-beliau (hanya) untuk berkuasa dan untuk mencapai tujuannya tersebut tidak menutup kemungkinan banyak yang akan menggunakan cara-cara yang tidak halal karena tentu tidak ingin merasakan kekalahan yang kedua kalinya.

Politik bukanlahan sebagai ajang hiburan, atau ajang tebar pesona, kini masyarakat yang butuhkan adalah para wakil rakyat yang benar-banar tak sekedar so peduli pada rakyat tapi yang siap, berani dan mampu bekerja bersungguh-sungguh untuk kesejahteraan rakyatnya. Itu saja []

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Iye...artis tau apa?cuma nimbrung tenar..tar cuma bisa ikut tidur di senayan..
Lama2 budi anduk jd caleg jg di negri ini ha ha..
Bukan cuma artis caleg tukang sate,pgamen,anak jalanan aja ada..pas ng0m0nk di tv ba bi bu ga jelas,beda dikit ama artis ng0m0nknya lancar isinya n0l..
Uda jd bahan leluc0n ini pmilu emank..
Daku tdak akan ny0bl0s partai yg ada artisnyah..he

Anonim mengatakan...

Mudah2an ga bego aja rakyatnyah ketipu milih cuma karena sering liat dia maen sinetr0n...tp sayang rakyat kita masi may0ritas bego,yah tapapalah masi ngara baru dem0krasinya jg T_T..

Anonim mengatakan...

politik ibarat panggung sandiwara yang menggunakan hukum rimaba sebagai tolak ukur yang menjadi tendensius baku, dimana ketika seseorang bisa menjadi yang terkuat dialah yang akn dielukan menjadi raja tetapi ketika seseorang menjadi lemah dan tak dapat bertahan dya akan menjadi budak politik yang tergilas dan terinjak,

 
Creative Commons License
All contens are licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License.

Creative Commons [cc] 2011 Dodi Faedlulloh . Style and Layout by Dodi | Bale Adarma